Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejar Waktu Perppu Pemilu

Bertambahnya provinsi baru juga memberikan pekerjaan baru bagi pemerintah dan penyelengga pemilu.
Warga memegang kertas suara yang telah dicoblos saat pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 024, Ciloang, Serang, Banten, Minggu (21/4/2019). Menurut keterangan Komisioner KPU Banten, Eka Satyalaksmana pihaknya melangsungkan PSU di 10 TPS di Banten akibat terjadi penyimpangan antara lain adanya pemilih yang mencoblos dari luar daerah tanpa membawa formulir A5 dan melakukan pemungutan suara sebelum waktu yang ditentukan./ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki/af
Warga memegang kertas suara yang telah dicoblos saat pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2019 di TPS 024, Ciloang, Serang, Banten, Minggu (21/4/2019). Menurut keterangan Komisioner KPU Banten, Eka Satyalaksmana pihaknya melangsungkan PSU di 10 TPS di Banten akibat terjadi penyimpangan antara lain adanya pemilih yang mencoblos dari luar daerah tanpa membawa formulir A5 dan melakukan pemungutan suara sebelum waktu yang ditentukan./ANTARA FOTO/Weli Ayu Rejeki/af

Bisnis.com, JAKARTA – “Setuju!” sahut anggota DPR yang diikuti ketukan palu dari Ketua DPR Puan Marahani. Ketukan palu Puan menandai lahirnya provinsi Papua Barat Daya dan menambah jumlah provinsi di Indonesia menjadi 38 provinsi.

Namun demikian, bertambahnya provinsi baru juga memberikan pekerjaan baru bagi pemerintah. Selain perlu memikirkan proses berjalannya administrasi pemerintahan, keberadaan provinsi baru jelas menjadi tantangan bagi penyelenggara Pemilu dan Pilkada tahun 2024 nanti.

Apalagi, UU No.7/2017 tentang Pemilu kadung menetapkan jumlah daerah pemilihan atau dapil hanya berdasarkan 34 provinsi. Empat provinsi baru di Papua belum masuk dala cakupan beleid pemilu.

Kondisi tersebut memaksa pemerintah dan stakeholder terkait bergerak cepat. Pada akhir Agustus lalu, DPR menyetujui usul pemerintah untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Pemilu.

"Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP menyetujui diterbitkannya Perppu sebagai perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam UU Pemilu," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam rapat kerja di DPR, Rabu (31/8/2022).

Doli menjelaskan, Perppu Pemilu merupakan konsekuensi atas pembentukan Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Perppu itu, lanjutnya, juga untuk mengantisipasi pembentukan Provinsi Papua Barat Daya—yang akhirnya disetujui hari ini.

Pembahasan Melebar

Meski begitu, pembahasan Perppu Pemilu melebar ke mana-mana, tak hanya terkait pemekaran empat provinsi baru di Papua.

Doli mengatakan setidaknya ada lima isu yang masuk dalam draf Perppu Pemilu. Pertama, terkait penambahan anggota DPR dan DPRD dampak pemekaran provinsi baru di Papua. Kedua, penambahan jumlah dapil, yang juga dampak pemekaran provinsi baru di Papua.

Ketiga, soal masa jabatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah yang ingin diserentakkan. Keempat, terkait lamanya waktu penetapan daftar calon tetap (DCT) dengan waktu kampanye. Kelima,soal nomor urut partai politik yang tak perlu diubah, mengikuti Pemilu 2019.

Terkait isu masa jabatan KPU di daerah yang ingin diserantakan dan terkait waktu penetapan DCT dengan waktu kampanye, pengamat Pemilu dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengaku masih dapat memakluminya.

Ray menjelaskan, UU mengatur bahwa suatu Perppu harus diterbitkan dalam kondisi atau hal ihwal yang memaksa, disebabkan karena adanya situasi yang darurat. 

Menurutnya, situasi darurat bisa bermacam-macam, salah satunya jika sudah terjadi sesuatu namun tak aturan yang mengaturnya atau terjadi kekosongan hukum. Pembentukan empat provinsi baru ini bisa jadi contoh. 

“Pemekaran sudah dilakukan di empat provinsi di Papua, tapi aturan tentang dapil belum diubah, aturan tentang kursi DPR yang dibatasi 665 belum diubah. Bagaimana mengakomodirnya? Lalu cara satu-satunya dengan mengeluarkan Perppu, sebab kalau kita melakukan revisi Undang-undang, enggak cukup waktunya,” ujar Ray kepada Bisnis, Kamis (17/11/2022).

Selain itu, Ray menilai wajar jika pembahasan suatu Perppu berkembang. Meski begitu, isu yang berkembang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan kedaruratannya.

Dia merasa wajar jika ada yang mengusulkan agar masa jabatanya KPU di daerah diserentakkan, sebab saat ini memang tidak ideal. Ray menjelaskan, sesuai ketentuan saat ini, ada anggota KPU di daerah yang habis masa jabatannya saat mendekati waktu pencoblosan Pemilu 2024. 

“Kondisinya memang carut-marut. [Anggota KPU daerah] ada yang pada hari-H [pencoblosan] harus berganti, ada sebelum dua hari hari-H diganti, ada satu hari setelah hari-h diganti, gitu lho, dan itu memang rentan kan. Jadi ada unsur kerentanan di situ, kerentanan itu kalau tidak diantisipasi menimbulkan kedaruratan,” jelas Ray.

Oleh sebab itu, Ray masih dapat memaklumi usul menyerentakkan masa jabatan KPU daerah pada 2023.

Selain itu, terkait usul lamanya waktu penetapan DCT dengan waktu kampanye, Doli menjelaskan Perppu Pemilu akan mengatur waktu yang pas penetapan DCT sebelum waktu kampanye agar KPU punya waktu yang cukup untuk melakukan pengadaan dan pendistribusian logistik Pemilu.

“Jadi kemarin ada usul misalnya dari penetapan DPC sampai kampanye itu 25 hari untuk pileg [pemilihan legislatif]. Kenapa pileg lebih lama? Karena banyak yang disiapkan, didistribusikan lebih besar dibanding dengan pilpres [pemilihan presiden] yang hanya 15 hari sebelum masa kampanye dimulai,” jelas Doli, Selasa (15/11/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper