Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin dipastikan batal hadir ke acara Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G20 Bali pada 15-16 November 2022. Masalah keamanan menjadi pertimbangan orang nomor satu di negeri Beruang Kutub itu urung terbang ke Indonesia.
Seperti dikutip dari Bloomberg pada Kamis (10/11/2022), orang-orang yang mengetahui rencana pembatalan tersebut mengatakan Kremlin berusaha melindungi Putin dari potensi 'ketegangan tingkat tinggi' atas perang Rusia vs Ukraina.
Menurut mereka, keputusan Putin untuk tak datang ke KTT G20 Bali menghindari potensi konfrontasi dengan para pemimpin dunia lainnya, termasuk presiden AS Joe Biden. Apalagi, Joe Biden sempat menyebut Presiden Rusia tersebut sebagai 'penjahat perang'.
Bahkan, intelejen Rusia menyebutkan bahwa Putin terancam dibunuh bila datang ke Indonesia. Sejumlah intelejen dan para militer digerakkan di sejumlah negara yang berdekatan dengan Indonesia.
Selain itu, Kremlin mempertaruhkan Putin dijauhi oleh para pemimpin Eropa pada pertemuan puncak presidensi G20 Indonesia pada 15-16 November di Bali. "Sebagai penggantinya, Rusia akan mengirim Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov menggantikan Putin," kata salah satu sumber yang dikutip oleh Bloomberg, Kamis (10/11/2022).
Sergei Lavrov, sebagai utusan khusus Putin di KTT G20 di Bali, dibenarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. "Enggak, Putin enggak hadir. Dia sudah menyampaikan untuk kirim Menlu [Sergei Lavrov] untuk datang [menggantikan Putin]," ujarnya ketika ditemui di kawasan Nusa Dua, Bali pada Kamis (10/11/2022).
Luhut mengaku telah mendapat informasi resmi dari pemerintah Rusia terkaitdengan ketidakhadiran Putin pada acara puncak Presidensi G20 Indonesia atau KTT G20 Bali.
Meski demikian, Luhut mengatakan pemerintah Indonesia tetap menghormati apapun keputusan Pemerintah Rusia, termasuk tidak hadirnya Presiden Vladimir Putin. Apalagi, katanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta Putin untuk hadir langsung dalam KTT G20 Bali.
"Kita menghormati itu [keputusan Putin], tapi Presiden [Jokowi] sudah menyampaikan bahwa beliau berkomunikasi. Dan kita berharap karena komunikasi yang bagus itu akan bisa menurunkan tensi antara Ukraina dan Rusia," jelas Luhut.
Baca Juga : Fix! Putin Batal Hadir ke Acara KTT G20 di Bali |
---|
Sosok Sergei Lavrov
Sergei Lavrov adalah orang kepercayaan Putin untuk urusan luar negeri. Sebelumnya dia telah berkunjung Indonesia pada Juli 2022 saat acara G20 Foreign Ministers' Meeting (FMM) di Bali.
Pada pertemuan itu, Lavrov menerima kritik keras dari sejumlah negara yang hadir di dalam ruangan yang sama. Terikan 'kapan Rusia menghentikan perang' hingga disebut sebagai 'agresor' atau 'penjajah' mencuat dalam pertemuan itu.
Namun, Lavrov bergeming. Dia menyebut bahwa invasi ke Ukraina adalah 'operasi militer khusus' untuk membasmi orang-orang nasionalis yang membahayakan Rusia. Ukraina disebut sebagai alat bagi Amerika Serikat untuk mengancam kedaulatan negaranya.
Dalam beberapa kesempatan, Lavrov menyebutkan bahwa perang dengan Ukraina adalah perlawanan Rusia terhadap Barat. Dia menuding Barat sengaja memperpanjang perang di Ukraina dengan terus-menerus mengalirkan senjata ke negara tersebut.
Baca Juga : Bakal Wakili Vladimir Putin di KTT G20, Menlu Rusia Sergei Lavrov Punya Kenangan Buruk di Bali |
---|
Begitu juga dengan langkah negara Barat yang melatih personel militer Ukraina untuk melakukan perlawanan terhadap Rusia. “Tujuannya jelas. Mereka akan menyeret pertempuran sepanjang mungkin, tak memedulikan korban dan kehancuran, demi menurunkan dan melemahkan Rusia,” kata Lavrov.
Sergey Lavrov adalah seorang diplomat dan politisi kawakan Rusia. Dia menjabat menteri luar negeri hampir dua dekade, sejak 2004. Lavrov saat ini menjabat sebagai Wakil Tetap Rusia untuk PBB dari 1994 hingga 2004.
Lavrov pun dikenakan sanksi pribadi, dilarang berkunjung ke Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia atas perannya dalam invasi Rusia ke Ukraina.
Seperti dikutip apumone.com, Lavrov yang berusia 72 tahun itu memiliki kekayaan US$20 juta. Dia adalah anak dari seorang ayah Armenia dari Tbilisi, SSR Georgia, dan ibu Rusia dari Noginsk, SFSR Rusia.
Nama keluarga ayahnya awalnya Kalantaryan. Ibunya bekerja di Kementerian Perdagangan Luar Negeri Soviet. Lavrov lulus dari sekolah menengah dengan medali perak. Karena kelas favoritnya adalah fisika, dia berencana untuk memasuki Universitas Nuklir Riset Nasional atau Institut Fisika dan Teknologi Moskow, tetapi dia memasuki Institut Hubungan Internasional Negeri Moskow (MGIMO) dan lulus pada 1972.
Selepas kuliah, Lavrov bekerja untuk Kementerian Luar Negeri untuk jangka waktu tertentu. Lavrov dipekerjakan di kedutaan Soviet di Sri Lanka sebagai penasihat. Pada saat itu, Uni Soviet dan Sri Lanka memiliki pasar dan kerja sama ekonomi yang erat. Uni Soviet sempat meluncurkan produksi karet alam di negara tersebut.
Lavrov kembali ke Moskow pada tahun 1976. Dia bekerja sebagai sekretaris ketiga dan kedua di Bagian Hubungan Ekonomi Internasional Uni Soviet. Di sana, dia terlibat dalam analisis, dan kantornya juga bekerja dengan berbagai organisasi internasional, termasuk PBB.
Pada 1981, dia dikirim sebagai penasihat senior untuk misi Soviet untuk PBB di New York. Pada 1988, Lavrov kembali ke Moskow dan diangkat sebagai Wakil Kepala Bagian Hubungan Ekonomi Internasional Uni Soviet. Antara tahun 1990 dan 1992 dia bekerja sebagai Direktur Organisasi Internasional Kementerian Luar Negeri Soviet.
Pada Oktober 1990, Andrey Kozyrev, yang saat itu bertugas mengawasi organisasi internasional, diangkat menjadi Menteri Luar Negeri RSFS Rusia. Pada tahun itu, kekuasaan Kementerian Luar Negeri Soviet dan Kementerian Luar Negeri Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia didistribusikan.
Lavrov diangkat pada 1992 sebagai direktur Departemen Organisasi Internasional dan Isu Global di Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia. Lavrov diminta untuk mengawasi kegiatan Hak Asasi Manusia dan Kebudayaan Internasional.