Bisnis.com, JAKARTA – Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkap penyebab tewasnya ratusan pendukung Arema atau Aremania dalam Tragedi Kanjuruhan.
Listyo menuturkan bahwa semula personel kepolisian hanya melakukan pengamanan. Mereka melindungi sejumlah pemain yang menjadi sasaran kemarahan suporter Arema. Namun situasi semakin tidak terkendali.
Ribuan Aremania turun ke lapangan. Untuk mencegah supaya tidak semakin banyak pendukung yang masuk ke lapangan, polisi kemudian menembakkan gas air mata. Tembakkan gas air mata ke arah tribun membuat pendukung Arema kalang kabut. Mereka berebut keluar stadion.
Kapolri juga menyebut ada sekitar 14 pintu di Stadion Kanjuruhan. Namun saat itu pintu tidak dibuka. Hanya dibuka sebagian. Cilakanya, steward di Kanjuruhan tidak berada di lokasi saat kejadian berlangsung. Aremania terjebak.
“Seharusnya 5 menit sebelum pertandingan berakhir, seluruh pintu dibuka. Saat itu pintu dibuka tetapi tidak sepenuhnya,” ungkap Listyo.
Akibat kelalaian dari panitia penyelenggara atau Panpel, penonton yang berusaha keluar untuk mengindari gas air mata akhirnya menumpuk di pintu stadion. Mereka tidak bisa bergerak karena sebagian masih tertutup. Korban mulai berjatuhan.
Baca Juga
“Kemudian terjadi desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu selama 20 menit,” imbuh Listyo.
“Dari situlah muncul korban patah tulang, trauma di kepala, dan meninggal dunia.”
Peran Para Tersangka
Sementara itu, Polri telah menetapkan 6 tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan saat Arema kontra Persebaya Surabaya. Tragedi ini mengakibatkan 131 orang meninggal dunia.
Kapolri Jendral Listyo Sigit memaparkan peran keenam tersangka tersebut. Akhmad Hadian Lukita, yang merupakan Dirut PT LIB, diketahui bertangung jawab memastikan setiap stadion layak saat pertandingan berlangsung.
“Namun, dia menunjuk (Kanjuruhan), persyaratan fungsinya belum dicukupi dan menggunakan verifikasi tahun 2020,” ujar Listyo saat konferensi pers, Kamis (6/10/2022)
Sementara itu, Panitia Penyelenggara atau Panpel Arema vs Persebaya, Abdul Haris, tidak membuat dokumen keamanan dan keselamatan bagi operator stadion. Padahal, menurut Listyo, panpel seharusnya wajib membuat dokumen keamanan dan keselamatan.
“Selain itu, dia mengabaikan permintaan dari pihak pengamanan (untuk main sore) dan tidak melihat kapasitas stadion yang ada saat mencetak tiket (over capacity),” tutur Listyo.
Kemudian, Suko Sutrisno selaku security officer. Dia berperan memerintahkan steward untuk meninggalkan gerbang saat insiden terjadi. Padahal steward seharusnya menjaga pintu agar dapat terbuka maksimal.
Adapun Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu SS, sebagai orang yang mengetahui peraturan FIFA terkait penggunaan gas air mata di dalam stadion, tidak berupaya mencegah penembakan gas air mata ke arah Aremania.
“Yang bersangkutan tidak mencegah atau menghadang gas air mata tersebut,” pungkas Listyo.
Sedangkan tersangka H diketahui oknum yang memerintahkan anggotanya untuk menembakkan gas air mata. Terakhir, AKP Bambang Sidik Achmadi selaku Kasat Samapta Polres Malang juga menyuruh anggotanya untuk menembakkan gas air mata.