Bisnis.com, JAKARTA - Tragedi akibat kericuhan yang menewaskan ratusan suporter usai pertandingan Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya (1/10/2022) di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022) masih membekas segar di memori para saksi mata. Tidak terkecuali bagi Rehan, seorang pedagang yang punya warung di kawasan Stadion Kanjuruhan.
Rehan bercerita bahwa saat kericuan pecah, dirinya masih berada di warung. Kejadian disebutnya berlangsung sekitar pukul 23.00 WIB.
"Sekitar pukul 11 malam suporter yang tidak terlibat kericuhan masuk ke warung kami, kebanyakan wanita sama anak-anak," tuturnya, dikutip dari Antara Minggu (1/10).
Kericuhan tersebut juga melibatkan aksi pembakaran mobil. Pada saat peristiwa pembakaran terjadi, Rehan bercerita bahwa suasana di sekitar warungnya ikut-ikutan jadi tidak kondusif.
"Ricuh banget suasananya, saya juga takut," ujar dia.
Usai terjadi pembakaran sejumlah mobil tersebut, aparat menembakkan gas air mata di depan warung tersebut. Para pengunjung langsung berhamburan.
Baca Juga
"Ada yang nangis, teriak-teriak, mata perih soalnya," kata Rehan.
Terhitung hingga tiga kali gas air mata ditembakkan aparat di depan warung yang menjual makanan dan minuman tersebut.
"Sempat saya tanyakan ke polisi pagi tadi, katanya kemungkinan itu salah tembak kalau sampai masuk warung, tapi iya masak salah tembak sampai tiga kali," ujar dia.
Rehan berharap tragedi ini tak terulang kembali di Indonesia khususnya di Malang.
"Saya nggak pengen lihat kayak gitu lagi, ngeri, apalagi pas lihat tangisan perempuan dan anak-anak," katanya.
Berdasarkan data terakhir, Tim Disaster Victim Identification (DVI) Polri, jumlah korban meninggal dunia dalam tragedi kericuhan Stadion Kanjuruhan, Jawa Timur, telah mencapai 125 orang.
Data sementara diperoleh dari hasil asesmen yang dilakukan Dokter Kesehatan (Dokes) Polda Jawa Timur dan Tim DVI pada hari Minggu pukul 15.45 WIB.
"Data terakhir yang dilaporkan meninggal dunia 129 orang. Setelah ditelusuri di rumah sakit terkait, menjadi 125 orang," kata Ketua Tim DVI Polri Nyoman Eddy Purnama Wirawan.