Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontroversi Kasus Lin Che Wei

Lin Che Wei bergerak tidak sendiri, sebab di sidang dakwaan dia berkomunikasi secara intens dengan Mendag M Lutfi dan Indrasari Wisnu Wardhana.
Penasihat Kebijakan dan Analisa Independent Research dan Advisory Indonesia Lin Che Wei jadi tersangka kasus mafia minyak goreng / Kejagungrn
Penasihat Kebijakan dan Analisa Independent Research dan Advisory Indonesia Lin Che Wei jadi tersangka kasus mafia minyak goreng / Kejagungrn

Bisnis.com, JAKARTA -- Lin Che Wei sedang disorot. Dia disebut sebagai salah satu pelaku utama dalam kasus mafia minyak goreng. Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp18,3 triliun.

Sepak terjang Lin Che Wei bermula dari ontran-ontran kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng. Lin Che Wei datang ke Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebagai orang Kemenko Perekonomian. Meskipun tidak ada penugasan khusus.

Dia diduga 'bermain api' dengan mengobral izin ekspor kepada sejumlah eksportir. Aksinya tidak sendiri. Untuk memuluskan langkahnya, dia berkolaborasi dengan Indrasari Wisnu Wardhana, dulu Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri alias Daglu Kementerian Perdagangan.

Hubungan Lin Che Wei dengan Kemendag sejatinya baru dimulai pada Januari 2022. Saat itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sedang dibuat bingung dengan raibnya minyak goreng dari pasaran. Lin Che Wei kemudian datang dengan segudang cerita mengurus sawit.

"Masih staf Menko Perekonomian kan?,' tanya M Lutfi kepada Lin Che Wei.

"Iya," jawab Lin Che Wei.

M Lutfi kemudian mengonfirmasi status Lin Che Wei ke Airlangga Hartato. Airlangga, jika merujuk dakwaan jaksa, membenarkan bahwa Lin Che Wei adalah stafnya.

"Iya [benar]," balas Airlangga.

Kendati memiliki hubungan dengan Airlangga Hartarto, surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang Rabu (31/8/2022), menyebutkan bahwa keberadaan Lin Che Wei tidak ada sangkut pautnya dengan Menko Airlangga. 

Keterlibatan Lin Che Wei di kisruh minyak goreng, kata Jaksa, murni karena hubungan pertemanan. Meski demikian, keputusan terkait tata niaga minyak goreng antara M Lutfi, Indrasari Wisnu Wardhana dengan Lin Che Wei, dilaporkan ke Airlangga Hartarto.

Airlangga adalah Menko Perekonomian yang tugasnya mengkoordinasi kebijakan, salah satunya sektor perdagangan. "Dipaparkan langsung oleh Muhammad Lutfi," demikian dikutip dari dokumen dakwaan jaksa penuntut umum.

Salah satu kebijakan yang dilaporkan M Lutfi antara lain, kebijakan pengaturan ekspor minyak goreng yang ditandatangani pada 24 Januari 2022. M Lutfi kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan atau Permendag No.2/2022. 

Isi dari kebijakan itu antara lain untuk mendapatkan persetujuan ekspor, eksportir harus memberitahukan rencana ekspor dalam waktu enam bulan dan rencana distribusi dalam negeri dalam waktu enam bulan.

Kebijakan kemudian dipertanyakan oleh kalangan usaha. Mereka menyoroti adanya kewajiban domestic market obligation atau DMO sebanyak 20 persen. Kebijakan ini berlanjut dengan implementasi Permendag No.8/2022.

Peran M Lutfi

Lin Che Wei merupakan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Namun Jaksa menyebut Lin Che Wei tidak pernah mendapat penugasan maupun penunjukan sebagai advisor atau analisis pada Kementerian Perdagangan. Lutfi mengajak Lin Che Wei hanya berdasarkan hubungan pertemanan.

"Dia [Lin Che Wei] tidak memperoleh fee dari bantuan yang diberikan tersebut karena sejak awal tidak memiliki kontrak kerja maupun MoU dengan Kementerian Perdagangan," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan, Rabu (31/8/2022).

Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutffi
Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutffi
(Bekas Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi usai diperiksa di Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu./ANTARA).

Lutfi, Indrasari, Oke Nurwan beserta tim Kemendag bersama Lin Che Wei, kata Jaksa, tercatat menggelar rapat pada Januari 2020 lewat zoom meeting, terkait kelangkaan minyak goreng dan tidak terjangkaunya minyak goreng. Mereka juga menyusun skenario untuk melakukan stabilisasi dan ketersediaan stok minyak goreng dan bahan baku minyak goreng. 

Lin Che Wei mengusulkan mengenai besaran domestic market obligation (DMO) 20 persen. Kebijakan ini dilakukan melalui diskresi Mendag dengan mengadakan joint konsorsium dan kebun berkewajiban untuk mensuplai CPO sesuai luasan lahan. 

Usulan itu diterima Muhammad Lutfi. Indrasari Wisnu Wardhana kemudian mengatakan kepada M Lutfi:

"Saya enggak akan bunyikan angka 20 persen pak, khan kita yang potong, kita kasih tahu lisan saja pak, kalau tulis jadi masalah kita nanti'," kata demikian kata jakasa.

Menteri Perdagangan juga menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 03 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS yang diberlakukan tanggal 18 Januari 2022.

Lutfi pun kembali mengikuti  Rakortas Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian pada 27 Januari 2022.

Dalam rapat itu diputuskan Penyesuaian kebijakan minyak goreng kemasan melalui mekanisme DMO (Domestic Market Obligation) sebesar 20 persen dari volume ekspor dengan penerapan DPO (Domestic Price Obligation) KPBN Dumai sebesar Rp. 9.300,- per kilogram (termasuk PPN).

Akhirnya, pada hari yang sama sekira pukul 16.00 WIB, Lutfi menerbitkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).

Tanggung Jawab Eks Mendag

Sementara itu, penasihat hukum Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang, menilai eks Menteri Perdagangan (Mendag) harus bertanggungjawab dalam kasus korupsi mafia minyak goreng.

Juniver mengklaim perusahaan kliennya justru mengalami kerugian atas kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Lutfi terkait dengan ekspor CPO ini.

"Sebetulnya kita yang dirugikan karena kebijakan yang dilakukan oleh Menteri Perdagangan inkonsistensi. Dengan demikian, sebetulnya yang harus kita mintai pertanggungjawaban adalah Menteri Perdagangan," kata Juniver di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).

Dia mengaku akan meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah atas kerugian yang dialami kliennya terkait dengan ekspor CPO ini.

"Tidak menutup kemungkinan kami meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah yang mengakibatkan produsen ini khususnya klien kami mengalami kerugian," sambungnya.

Adapun, Penasihat Hukum terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Maqdir Ismail mempertanyakan penghitungan kerugian negara yang tercantum dalam surat dakwaan kasus korupsi ekspor minyak goreng.

Sekadar informasi, dalam dakwaan disebutkan bahwa kerugian terdiri atas kerugian negara mencapai Rp6,04 triliun, kerugian perekonomian negara atas penerbitan PE CPO kepada swasta nilainya sekitar Rp12,31 triliun.

"Ini angka kerugian yang sangat fantastis, tetapi bagaimanakah perhitungannya dan apakah dilakukan oleh lembaga yang berwenang? Terkait dengan kerugian keuangan negara Mahkamah Konstitusi dalam putusannya secara tegas menyatakan harus nyata dan pasti jumlahnya dan hanya BPK yang berwenang menyampaikan hasil penghitungannya,” kata Maqdir dalam keterangan tertulis, Rabu (31/8/2022).

Menurut Maqdir, antara kerugian negara dan perekonomian negara dengan keuntungan pihak yang dianggap diuntungkan dalam perkara ini tidak sama.

"Seharusnya, antara kerugian negara dan perekonomian negara harus sama besarnya dengan besarnya keuntungan yang diperoleh oleh pihak yang dianggap diuntungkan,” katanya

Sayangnya, eks Mendag M Lutfi tidak menjawab permintaan konfirmasi Bisnis ihwal hubungannya dengan Lin Che Wei beberapa hari sebelum dakwaan dibacakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper