Bisnis.com, JAKARTA – Penetapan tersangka kasus korupsi minyak goreng kembali disorot. Pengamat hukum Hotman Sitorus mengatakan penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung dinilai kurang meyakinkan terkait kaburnya perumusan unsur perbuatan melawan hukum, kerugian keuangan negara, dan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Selain itu, kerugian negara yang dihitung dari beban yang ditanggung pemerintah berbentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan dan mahalnya minyak goreng juga menjadi pertanyaan.
"Ini tentu hal yang baru dan cukup membingungkan. Di mana subsidi yang diberikan pemerintah kok malah menjadi kerugian negara," kata Hotman dalam keterangannya, Rabu (24/8/2022).
Adapun ketiga petinggi di perusahaan minyak yang dijadikan tersangka yaitu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, dan General Manager PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.
Setelah itu, giliran Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati selaku Penasehat Kebijakan menjadi tersangka baru kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada Selasa, 17 Mei 2022.
Rencananya, sidang kasus korupsi izin ekspor minyak goreng akan dilangsungkan pada hari ini, Rabu (24/8/2022), namun ditunda karena Ketua Majelis Hakim perkara ini dikabarkan sakit.
Dalam kasus ini misalnya, terdakwa Pierre Togar Sitanggang (PTS) diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) CPO dan produk turunannya sebanyak 41 ijin yang berasal dari 7 perusahaan Grup Musim Mas, yakni PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas. Selanjutnya, PTS dianggap telah menguntungkan atau memperkaya perusahaan sebesar Rp626,6 miliar.
Selain itu, PTS juga didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1.107.900.841.612,08 dan merugikan perekonomian negara senikqi Rp3.156.407.585.578,00,-
"Dalam dakwaan, PTS disebutkan dalam mengurus PE dengan menggunakan dokumen yang dimanipulasi. Tidak sesuai dengan realisasi distibusi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, dianggap melanggar domestic market obligation [DMO] dan domestic price obligation [DMO]," kata Hotman.
Hotman melanjutkan, untuk memperoleh perizinan ekspor (PE) CPO dari Kementerian Perdagangan dibutuhkan persyaratan yang ketat. Setidaknya ada tiga syarat yang harus dipenuhi.
Pertama ada realisasi purchase order. Jadi industri bisa mengeluarkan ekspor minyak goreng DPO dan DMO itu jika mengantongi purchase order dari pembeli. Kemudian harus jelas pengirimannya itu ada, di-print order. Kemudian ketiga, eksportir pun harus menyerahkan faktur pajak pembeli. Baru kemudian Kemendag bisa mengluarkan surat PE.
Dia menilai prosedur semacam itu tentu susah dimanipulasi. “Itu bukan elektronik tapi hardcopy. Jadi harus ada bukti-buktinya. Jadi penetapan tersangka yang dilakukan Kejagung tidak cukup pembuktiannya,” ujarnya.