Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BAKN DPR Dorong Optimalisasi Penerimaan Cukai Sesuai Target

Penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau dinilai menjadi salah satu kebijakan pemerintah untuk menekan angka perokok.
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (BAKN DPR) Wahyu Sanjaya mendorong optimalisasi penerimaan negara dari sektor cukai, khususnya dari cukai hasil tembakau.

Menurutnya dengan optimalisasi tersebut penerimaan negara dari cukai dapat mencapai angka sesuai target pemerintah. “Kami berharap seharusnya pendapatan cukai bisa dioptimalkan lagi,” ujarnya seperti dikutip laman resmi DPR, Kamis (7/7/2022).

Dia melanjutkan, langkah utama yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara tersebut, antara lain, melalui kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau.

Penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau dinilai menjadi salah satu kebijakan pemerintah untuk menekan angka perokok. Pada tahun ini, penyederhanaan tarif sudah dilakukan dari sepuluh layer menjadi delapan layer.

Menurutnya, kebijakan tersebut diharapkan mendorong pengurangan perbedaan harga rokok di pasaran dan meningkatkan pendapatan negara.

Pemerintah menargetkan penerimaan negara dari cukai rokok pada 2022 sebesar Rp 193,53 triliun. Mayoritas penerimaan negara tersebut berasal dari cukai hasil tembakau. Selama periode Januari-April 2022, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp 76,29 triliun.

Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan sistem multitier pada struktur tarif cukai hasil tembakau memungkinkan beberapa merek rokok mendapatkan tarif cukai yang lebih rendah dan memungkinkan perokok berpindah ke produk yang lebih murah jika ada kenaikan tarif cukai.

“Penerimaan negara menjadi tidak optimum karena beberapa produsen bisa memilih tarif cukai yang lebih rendah,” katanya.

Vid juga menyoroti kesenjangan tarif dan harga jual eceran (HJE) minimum antara satu golongan dengan golongan lainnya yang masih besar.

“Ambil contoh, sigaret kretek mesin (SKM) dengan jumlah produksi tahunan lebih dari 3 miliar batang (SKM 1) dikenakan cukai 64 persen lebih tinggi dibandingkan dengan SKM dengan jumlah produksi kurang dari 3 miliar batang (SKM II). Selain itu HJE dari SKM 1 lebih tinggi 67 persen dibandingkan SKM II. Produsen golongan II bisa menjual rokok dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan rokok di golongan 1,” katanya.

Oleh sebab itu, Vid merekomendasikan agar pemerintah mengurangi kesenjangan tarif cukai dan HJE minimum antargolongan produksi. Menutup jarak tarif cukai antara golongan 1 dan golongan 2 juga akan membantu mengurangi perbedaan harga rokok di pasaran. Hal ini merupakan satu instrumen kebijakan yang penting untuk menurunkan prevalensi merokok dan optimalisasi penerimaan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper