Bisnis.com, JAKARTA - Setiap tahun, umat muslim merayaka hari raya Idulfitri setelah selama sebulan berpuasa di bulan ramadan.
Banyak tradisi yang dilakukan saat perayaan hari raya Idulfitri ini. Mulai dari bermaaf-maafan, berbagi hadiah, hingga bersilaturahim ke sanak saudara dan kolega merupakan bagian dari perayaan tersebut.
Tapi, tahukah Anda sejarah dari perayaan Idulfitri ini?
Diambil dari Unpak.ac.id, Imam Ibnu Katsir pernah menjabarkan bagaimana perayaan Idul Fitri terjadi di masa Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat hadis shahih, Rasulullah pernah merayakan hari pertama raya Idul Fitri dalam kondisi letih. Beliau bahkan sampai bersandar pada Bilal bin Rabah dan menyampaikan khutbahnya.
Menyambut hari kemenangan dengan hal-hal positif memang sangat dianjurkan. Hal itu terbukti bagaimana antusiasnya Rasulullah SAW dalam menyambut Idul Fitri, namun tentu saja beliau tidak menanggalkan syariat agama atau berlebih-lebihan atas sesuatu.
Dalam sejarah Islam, perayaan Idul Fitri pertama kali diselenggarakan pada 624 Masehi atau tahun ke-2 Hijriyah. Waktu perayaan tersebut bertepatan dengan selesainya Perang Badar yang dimenangkan oleh kaum Muslimin. Perang yang terjadi pada Ramadan itu dengan jumlah pasukan di sisi umat Muslim yang jauh lebih sedikit dibanding kaum kafir, nyatanya diganjar Allah dengan perayaan yang luar biasa indah dan barokah: Idul Fitri.
Sebagaimana kita ketahui, di kedua hari raya umat Muslim seperti Idulfitri dan Iduladha, setiap Muslim justru ditekankan untuk berbuat kebaikan dan kemaslahatan. Menjelang perayaan Idulfitri saja, umat Islam diwajibkan menunaikan zakat untuk dibagikan kepada para mustahik (orang-orang penerima zakat).
Pada Dinasti Abbasiyah, perayaan Idulfitri dilakukan dengan rangkaian kegiatan yang meriah. Biasanya pada zaman tersebut, perayaan dilakukan selama tiga hari yang diakhiri dengan menyantap beraneka ragam makanan halal yang disajikan.
Di Indonesia, tradisi halal-bihalal identik dengan perayaan Idulfitri bagi warga Muslim Indonesia.
Sikap terbuka dalam tradisi halal-bihalal yang dilakukan umat Muslim tak jarang juga dilakukan oleh umat non-Muslim. Tak sedikit dari umat non-Muslim yang ikut ‘nimbrung’ bersilaturahim dan melakukan halal-bihalal saat Idul Fitri tiba.
Di sisi lain, budaya lokal dalam melaksanakan tradisi Idulfitri juga banyak yang dijadikan tradisi umat Muslim Indonesia secara nasional. Tengoklah bagaimana masyarakat Jawa diperkenalkan istilah Lebaran Ketupat oleh Sunan Kalijaga.
Lebaran ketupat merupakan tradisi yang ikut menyemarakkan perayaan Idul Fitri masyarakat Jawa ketika itu. Sunan Kalijaga mengajarkan masyarakat Jawa untuk membuat makanan dengan bahan utama beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa. Anyaman daun ketika itu identik dengan ciri khas budaya dan seni masyarakat Jawa.
Sehingga bukan hal sulit bagi masyarakat Jawa ketika itu mengikuti apa yang diajarkan Sunan Kalijaga. Secara filosofis pun, Lebaran Ketupat juga memiliki makna yang mendalam. Kata ketupat yang berasal dari kata kupat dalam bahasa Jawa berarti mengakui kesalahan. Sehingga dalam Lebaran Ketupat pun dikenal dengan istilah sungkeman, memohon maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan.