Bisnis.com, JAKARTA --Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) sepakat untuk bekerja sama dalam bidang persenjataan hipersonik dan kemampuan peperangan elektronik.
Perkembangan itu menyusul pembentukan aliansi pertahanan AUKUS antara tiga negara pada September tahun lalu. Kerja sama itu mendorong Australia membatalkan kontrak kapal selam konvensional Prancis dan mendukung program kapal selam nuklir yang diinisiasi oleh AS dan Inggris.
Dalam pernyataan bersama kemarin, para pemimpin AUKUS, yakni Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, Presiden AS Joe Biden, dan PM Australia Scott Morrison, mengatakan mereka senang dengan kemajuan program untuk kapal selam bertenaga nuklir bersenjata konvensional bersama Australia. Karena itu selanjutnya sekutu itu akan bekerja sama di bidang lain.
“Kami berkomitmen hari ini untuk memulai kerja sama trilateral baru pada teknologi hipersonik dan kontra-hipersonik serta kemampuan peperangan elektronik. Selain iu juga untuk memperluas berbagi informasi disamping memperdalam kerja sama dalam inovasi pertahanan,” kata mereka seperti dikutip Aljazeera.com, Rabu (6/4).
Mereka mengatakan inisiatif itu akan menambah upaya yang ada untuk memperdalam kerja sama dalam kemampuan siber, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan kemampuan bawah laut tambahan.
“Seiring kemajuan pekerjaan kami dalam hal ini dan kemampuan pertahanan dan keamanan penting lainnya, kami akan mencari peluang untuk melibatkan sekutu dan mitra dekat,” menurut pernyataan bersama tersebut.
Baca Juga
AS dan Australia telah memiliki program senjata hipersonik yang disebut SCIFiRE, dan pejabat Inggris mengatakan bahwa meskipun Inggris tidak akan bergabung dengan program itu pada saat ini, ketiga negara akan bekerja sama dalam penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
Pemerintahan Biden telah berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan rudal hipersonik, yang bergerak dengan kecepatan lima kali kecepatan suara. Invasi Rusia ke Ukraina pada Februari telah meningkatkan kekhawatiran tentang keamanan Eropa.
“Mengingat invasi Rusia yang tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan, dan melanggar hukum ke Ukraina, kami menegaskan kembali komitmen teguh kami terhadap sistem internasional yang menghormati hak asasi manusia, supremasi hukum, dan penyelesaian sengketa secara damai yang bebas dari paksaan,” kata para pemimpin itu. Mereka menegaskan kembali komitmen terhadap “Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka”.
Ketika ditanya tentang perjanjian tersebut, Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun memperingatkan tindakan yang dapat memicu krisis seperti konflik Ukraina di bagian lain dunia.