Bisnis.com, AKARTA--Para pemimpin negara Barat meningkatkan bantuan militer ke Ukraina dan mengecam invasi Moskow ke negara tetangga itu sebagai tindakan biadab (barbarisme) setelah ribuan warga terkepung dan berlindung di bawah tanah akibat pemboman Rusia.
Pada pertemuan puncak ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya di Brussel, aliansi trans Atlantik NATO, negara-negara kaya G7 dan para pemimpin Eropa membahas konflik terburuk di benua itu sejak perang Balkan tahun 1990-an.
NATO mengumumkan rencana pembentukan unit tempur baru di empat negara Eropa timur yang berdekatan dengan Ukraina, sementara Washington dan London meningkatkan bantuan dan memperluas sanksi ke target baru. Salah satu target termasuk seorang wanita yang menurut London adalah anak tiri menteri luar negeri Rusia.
"Satu-satunya hal yang paling penting bagi kami adalah untuk tetap bersatu dan dunia terus fokus pada betapa kejamnya orang ini dan semua nyawa orang tak bersalah yang hilang dan hancur," kata Biden kepada wartawan di Brussels, merujuk pada Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Putin telah melewati garis merah menuju barbarisme," tambah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Jumat (25/3).
Sementara itu, Uni Eropa tengah menyiapkan langkah-langkah untuk melepaskan diri dari ketergantungan impor energi Rusia.
Langkah itu akan menaikkan biaya bahan bakar lebih jauh di seluruh benua itu.
Baca Juga
Moskow memasok 40 persen kebutuhan gas kolektif UE dan itu lebih dari seperempat impor minyaknya.
Akan tetapi, langkah tersebut tidak sesuai dengan seruan Presiden Volodymyr Zelensky untuk memboikot penuh energi Rusia dan zona larangan terbang di atas Ukraina karena bom Moskow mendatangkan malapetaka.
Sedangkan menanggapi unjuk rasa di Brussel, Moskow mengatakan bahwa Barat sendiri yang harus disalahkan atas perang tersebut dengan mempersenjatai "rezim Kyiv".
Invasi Rusia yang diluncurkan pada 24 Februari telah menewaskan ribuan orang, mengirim 3,6 juta orang ke luar negeri, menghancurkan kota-kota dan mengusir lebih dari setengah anak-anak Ukraina dari rumah mereka, menurut PBB.