Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Vaksin Covid-19 dari Komisi IX DPR-RI, Nur Nadlifah menegaskan komitmennya untuk terus menyuarakan vaksin halal dalam rapat Panja Vaksinasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Asikin.
“Semua, kami tanyakan ke Menkes. Mulai dari desakan prioritas vaksin halal, stok vaksin hingga biaya importasi vaksin,” kata dia seperti keterangan yang dikutip, Jumat (25/3/2022).
Nadifa mengatakan semua aspirasi umat Islam tentang vaksinasi sudah disampaikan dan ditanyakannya kepada Menkes Budi, termasuk desakan prioritas vaksin halal.
Namun, kata Nadlifah jawaban Menkes masih sangat normatif dan hingga kini belum ada jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut.
Bahkan anggota parlemen dari Dapil Jawa Tengah ini juga menanyakan perihal penggunaan vaksin Sinovac yang sudah mendapatkan fatwa halal MUI, mengapa hanya digunakan untuk anak-anak usia 6 – 11 tahun.
Padahal kata dia, BPOM sudah memberikan izin penggunaan booster Sinovac bagi mereka yang memang sudah menggunakan sinovac sebagai vaksin primer. “Soal booster Sinovac juga ditanyakan. Mengapa jenis ini tidak dipakai untuk orang dewasa yang dulu gunakan Sinovac sebagai vaksin primer,” ungkapnya.
Baca Juga
Sementara itu, perkembangan terpisah, pada Selasa (22/3), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah mulai menyidangkan perkara gugatan yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) atas keluarnya Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/II/252/2022 Tentang Vaksinasi Covid-19 Dosis Lanjutan (Booster).
Seperti diketahui, Surat Edaran Dirjen P2P Kemenkes tersebut mematok tiga jenis vaksin yang menjadi vaksin booster (lanjutan) yakni vaksin Astra Zeneca, Pfizer dan Moderna.
“Ketiga jenis vaksin yang ditentukan dalam program booster itu tak satu pun yang memiliki sertifikat halal, jadi ini merugikan umat Islam selaku mayoritas penduduk di Indonesia yang mengkonsumsi vaksin,” kata Kuasa Hukum YKMI, Amir Hasan.
Surat Edaran itu kata Amir Hasan, dinilai telah menyalahi UU No.33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pada UU tersebut, tegasnya, semua produk yang masuk dan beredar di Indonesia, wajib memiliki sertifikat halal, termasuk vaksin yang dikategorikan sebagai barang hasil rekayasa genetika.