Bisnis.com, JAKARTA - Manajemen platform investasi Bareksa yang bernaung di bawah PT Bareksa Portal Investasi (BPI) menegaskan perusahaannya tidak memiliki keterkaitan dan afiliasi apapun dengan PT Bareksa Anugerah Sejahtera (BAS) milik Rudy Salim yang diberitakan sedang menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta Dirjen Pajak.
CEO dan Co-Founder Bareksa Karaniya Dharmasaputra menyatakan pihaknya perlu meluruskan hal ini untuk menghindari adanya kebingungan dan kesalahpahaman di masyarakat dan nasabah.
Kendati bernama sama, kata Karaniya, aplikasi Bareksa tidak ada hubungannya dengan perusahaan yang sedang berkasus terkait persoalan pajak tersebut. Karaniya berharap penjelasan ini membuat masyarakat atau nasabah mengerti perbedaan perusahaan Bareksa miliknya dengan Bareksa yang lain.
Fintech Bareksa, sambung Karaniya, memasarkan produk-produk investasi reksadana, Surat Berharga Negara dan Emas dan merupakan perusahaan fintech investasi pertama di Indonesia yang mendapatkan izin sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seperti diberitakan, pengusaha bernama Rudy Salim menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta Dirjen Pajak ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait kasus pajak yang menjerat PT Bareksa Anugerah Sejahtera (BAS).
Kasus yang bermula 1 September 2021 itu terkait penyelidikan kejahatan pajak yang dilakukan PT Bareksa Anugerah Sejahtera di Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi.
Baca Juga
Perusahaan diduga melakukan tindak pidana perpajakan karena tidak menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak Februari, Maret, April, Mei, Juni, dan Desember 2017.
Selain itu, perusahaan tersebut juga menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, serta tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut PPN masa pajak Januari 2016 sampai dengan Desember 2017. Perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp2,5 miliar.
Tidak menerima hal itu, pengusaha Rudy Salim akhirnya melakukan gugatan kepada semua pihak terkait ke PTUN dan meminta agar Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Pajak untuk mengembalikan uang pembayaran PPN perusahaannya sejak tanggal 02 Mei 2017 sampai dengan tanggal 30 Mei 2018 senilai Rp2,45 miliar.