Bisnis.com, JAKARTA - Dua tentara Ukraina dilaporkan tewas akibat penembakan semalam dan 12 lainnya terluka, menurut laporan dari Operasi Gabungan Ukraina yang diterbitkan pagi ini.
Laporan tersebut mengatakan bahwa Ukraina mencatat 84 pelanggaran selama 24 jam terakhir dari pasukan yang didukung Rusia, sedangkan 64 pelanggaran di antaranya menggunakan senjata yang dilarang oleh perjanjian Minsk.
Sebagai akibat dari penembakan itu, dua personel tentara Ukraina meninggal akibat luka terkena pecahan peluru, sementara 12 personel lainnya terluka dan menerima perawatan, menurut kementerian pertahanan Ukraina menambahkan seperti dikutip TheGuardian.com, Selasa (22/2).
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat selama beberapa jam.
Dalam sidang itu berbagai kecaman atas tindakan Rusia mendukung kelompok separatis bermunculan. Perwakilan dari Amerika Serikat, Inggris Raya, Prancis, Jerman, India, Irlandia, UEA, Kenya, dan Ghana semuanya dengan tegas mendesak perdamaian dan diplomasi dalam upaya untuk mencegah perang di Ukraina.
Dalam pidatonya, Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield meragukan pernyataan Putin bahwa pasukan Rusia akan mengambil peran “penjaga perdamaian” di wilayah Donetsk dan Luhansk.
"Dia menyebut mereka penjaga perdamaian. Ini tidak masuk akal. Kami tahu siapa mereka sebenarnya," ujar Greenfield.
Mengacu pada tuduhan Putin baru-baru ini, sang duta besar mengatakan bahwa kata-katanya merupakan “serangkaian klaim palsu yang keterlaluan” yang ditujukan untuk “menciptakan dalih untuk perang.”
Dia menuding Putin ingin melakukan perjalanan kembali ke masa ketika kekaisaran menguasai dunia. "Ini bukan tahun 191," imbuhnya.
Sementara itu, perwakilan tetap Inggris untuk PBB, Dame Barbara Woodward, menyoroti dampak kemanusiaan dari kemungkinan invasi. Tindakan yang dipilih Rusia hari ini, kata Woordward, akan memiliki konsekuensi yang parah dan berjangkauan luas, terutama untuk kehidupan manusia.
"Invasi ke Ukraina melepaskan kekuatan perang, kematian dan kehancuran pada rakyat Ukraina,” ujarnya.
Dalam upaya untuk menggambar ulang perbatasan dengan paksa, dia menyebut tindakan Rusia menunjukkan penghinaan terang-terangan terhadap hukum internasional.
Setelah sekitar satu jam, akhirnya Rusia buka suara. Duta Besar Vasily Nebenzya menyebut pernyataan sebelumnya sebagai "serangan verbal langsung" dan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menjawab.
Nebenzya juga menyerang negara-negara barat karena "mendorong" Ukraina ke arah konflik dan menuduh negara lain mengabaikan penderitaan orang-orang di Donbas. Dia juga menuduh Ukraina berada di ambang “petualangan militer”.
"Sebagian besar dari Anda tidak menemukan tempat untuk hampir empat juta penduduk Donbas. Rekan-rekan Barat kami tanpa malu-malu telah menjejalkan senjata ke Ukraina," ujarnya.
Sementara itu, Duta Besar Ukraina untuk PBB, Sergiy Kyslytsya mengambil sikap dan bersikeras bahwa perbatasan negaranya tetap “tidak dapat diubah” terlepas dari tindakan Rusia.
“Kami berada di tanah kami sendiri. Kami tidak takut pada apa pun atau siapa pun, kami tidak berutang apa pun kepada siapa pun dan kami tidak akan memberikan apa pun kepada siapa pun. Tidak boleh ada keraguan sedikitpun,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa perbatasan internasional Ukraina akan tetap tidak dapat diubah.