Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejagung Selidiki Pejabat Negara Cuci Uang Korupsi di Kasino dan Digital Currency

Kejagung siap menindaklanjuti temuan PPATK terkait adanya para pejabat negara yang mencuci uang ratusan miliar lewat meja kasino.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Supardi./Antara
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Supardi./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) siap menindaklanjuti temuan PPATK terkait adanya para pejabat negara yang mencuci uang ratusan miliar lewat meja kasino.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi menegaskan pihaknya sudah siap mengkaji temuan PPATK tersebut jika PPATK menyerahkan data transaksi itu ke penyidik Kejagung.

"Tentu akan dikaji data transaksinya jika sudah diserahkan ke Pidsus ya," tutur Supardi kepada Bisnis, Senin (21/2/2022).

Menurut dia, dalam temuan PPATK itu belum jelas siapa saja pejabat negara yang mencuci uang dan unsur predicate crime-nya pun belum jelas.

"Harus jelas dulu pejabat itu sehingga jadi ada gambaran pridicate crime-nya," katanya.

Pencucian uang itu belum dapat dipastikan apakah dari hasil tindak pidana korupsi atau bukan.

"Kan belum tentu juga dari korupsi, tetapi bisa dari tempat lain seperti narkoba, judi, penggelapan atau pidana umum lainnya," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Analisis Pemeriksaan I Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Muhammad Novian mengungkapkan ada sejumlah pejabat negara yang melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsi melalui digital currency hingga kasino.

Hal tersebut disampaikan Muhammad pada saat diskusi Indeks Persepsi Korupsi dan Momentum Presidensi G20 Indonesia pada hari Jumat 18 Februari 2022.

Sepanjang 2021, Muhammad menyebut ada sebanyak US$56.888.052 atau setara dengan Rp815.333.783.277 uang yang diduga dicuci di meja kasino oleh pejabat negara. Sementara itu, pencucian uang melalui digital currency mencapai US$6 juta.

Data itu didapatkan PPATK dari kajian kasus pada tujuh negara yaitu Australia, Indonesia, Filipina, Laos, Malaysia, Selandia Baru dan Singapura yang dikumpulkan sejak tahun 2017-2021.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper