Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan bersikap adil dan independen dalam memutus perkara korupsi yang menjerat mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
“Karena prinsip independensi hakim sangat penting, yang berarti ketika memutus sebuah perkara akan benar-benar mempertimbangkan aspek keadilan masyarakat,” katanya kepada wartawan, Kamis (17/2/2022).
Ali menjelaskan bahwa KPK optimistis berdasarkan fakta hukum dan alat bukti yang sudah diperlihatkan tim jaksa di depan majelis hakim, terdakwa akan dinyatakan bersalah menurut hukum.
“Namun mengenai hukuman tentu sepenuhnya menjadi wewenang majelis hakim,” jelasnya.
Jadwal persidangan hari ini adalah pembacaan vonis untuk Azis. Agenda sempat tertunda karena beberapa hakim terpapar Covid-19.
Sebelumnya, Jaksa KPK Lie Putra mengatakan bahwa Azis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dia menyuap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan pencara bernama Maskur Husain dengan total Rp3,6 miliar.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Azis Syamsuddin selama empat tahun dua bulan serta pidana denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan,” katanya saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Senin (24/1/2022).
Bukan hanya itu, KPK juga memberikan tambahan hukuman kepada Azis. Hak politik politisi Partai Golkar ini juga dicabut selama lima tahun.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok,” jelas Alvin.
Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Azis dituntut demikian. Alvin menuturkan bahwa hal yang meringankan adalah Azis belum pernah dituntut sebelumnya.
Sedangkan yang memberatkan adalah perbuatan Azis tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
“Perbuatan terdakwa merusak citra dan kepercayaan masyarakat pada DPR. Terdakwa tidak mengakui kesalahannya. Terdakwa berbelit-belit,” ucapnya.
Azis didakwa memberikan suap sekitar Rp3,6 miliar ke mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain.
“Terdakwa telah memberi uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp3.099.887.000 dan US$36.000 [Rp520 juta] atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Stepanus Robin Pattuju selaku penyidik KPK dan Maskur Husain,” kata Jaksa KPK Lie Putra saat membaca dakwaan, Senin (6/12/2021).
Lie menjelaskan bahwa suap tersebut agar Robin dan Maskur membantu mengurus kasus yang melibatkan terdakwa dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Perbuatan Azis merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Azis juga didakwa memberi duit dengan total Rp3,6 miliar tersebut kepada Stepanus dan Maskur sebagai hadiah atau janji atas jabatan atau kedudukan mereka.
“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” jelas Lie.
Sementara itu, Azis mengatakan bahwa tidak pernah menerima uang suap untuk memuluskan kenaikan dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah.
Azis juga membantah menerima dan berdiskusi terkait apapun soal DAK dengan Aliza Gunado dan Edy Sujarwo yang disebut sebagai orang dekatnya.
Aliza dan Jarwo, tambah Azis, tidak pernah dia perintahkan terkait kasus ini. Dia juga mengklaim bahwa tidak pernah memerintahkan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman untuk membuat proposal kenaikan DAK Lampung Tengah atau mengubahnya.
“Saya menyatakan demi Allah, demi Rasulullah dan saya bersumpah untuk nama keluarga besar saya bahwa saya tidak pernah mempunyai adik, baik kandung maupun adik angkat karena saya adalah anak paling kecil dari lima bersaudara dan saya tidak pernah menyatakan bahwa saudara Edy Sujarwo maupun Aliza Gunado sebagai staf ataupun orang kepercayaan saya,” jelasnya, Senin (3/1/2022).
Sementara itu, Azis menuturkan bahwa tidak pernah tahu terkait surat yang ditandatangani Jarwo dan menjadi bukti yang dipaparkan Jaksa KPK untuk kasusnya. Oleh karena itu, dia menganggapnya ilegal.
“Saya menyatakan bahwa hal-hal yang saya sampaikan ini dapat saya pertanggungjawabkan,” tutupnya.