Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Komisi III DPR menggelar rapat kerja terkait rencana amandemen Undang-undang Hukum Acara Perdata.
Yasonna mengatakan bahwa amandemen UU Hukum Acara Perdata sangat diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat termasuk pelaku usaha saat ini.
"Perlu diubah karena undang-undang yang berlaku saat ini adalah peninggalan dari zaman kolonial," kata Yasonna di Komisi III DPR, Rabu (16/3/2022).
Menteri sekaligus politikus PDIP tersebut kemudian memaparkan sejumlah substansi amandemen yang disiapkan pemerintah, dua di antaranya terkait dengan penguatan dan penambahan norma dalam UU Hukum Acara Perdata.
Adapun materi penguatan yang digagas Yasonna Cs antara lain terkait dengan pihak-pihak yang menjadi saksi dalam melakukan penyitaan, jangka waktu pengiriman permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi.
Selanjutnya kepastian waktu penyerahan salinan putusan kasasi ke pengadilan, kepastian waktu salinan putusan kasasi kepada para pihak berperkara, syarat kondisi ketika MA ingin mendengar sendiri para pijak, batas waktu PK ke MA, dan reformulasi pemeriksaan perkara secara singkat.
Baca Juga
"Termasuk pemeriksaan perkara dengan cara cepat dan reformulasi jenis putusan," jelas Yasonna.
Penambahan Norma
Sementara terkait penambahan norma, pemerintah berencana menyesuaikan tata cara beracara perdata dengan pemanfaatan teknologi dan informasi.
Menurut Yasonna pemanfaatan teknologi akan mempercepat proses beracara perdata di pengadilan serta data pihak berperkara bisa mudah disimpan dalam sistem informasi.
"Ini membuat pengadilan lebih cepat dan efisien," imbuh Yasonna.
Yasonna menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi dan informasi berdampak pada alat bukti yang mengacu kepada UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah mengatur bahwa informasi elektronik dan dokumen mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah.
"Nilai pembuktiannya juga mengacu kepada UU ITE," jelasnya.
Penambahan norma, kata Yasonna, juga mencakup pemeriksaan dengan cara cepat. Menurut Yasonna penambahan norma ini juga terkait dengan upaya mendongkrak kemudahan berusaha di Indonesia.
Pasalnya selama ini penyelesaian perkara di Indonesia banyak dikeluhkan karena terkesan berbelit-belit dan lambat.
Adapun pemeriksaan perkara perdata dengan cara cepat berlaku untuk perkara senilai Rp500 juta yang mencakup utang piutang akibat perjanjian hingga masalah pembatalan perjanjian.
"Pemeriksaan akan dilakukan secara sederhana, kalau tergugat tidak membantah tak perlu pembuktian dan putusannya tidak bisa diajukan ke dalam langkah hukum apapun," jelasnya.