Bisnis.com, SOLO - Penemuan penjara atau kerangkeng di rumah Bupati Langkat saat dilakukan OTT oleh KPK berbuntut panjang.
Kerangkeng yang diklaim untuk melakukan binaan terhadap warga pengidap narkoba itu tak memiliki izin dari pemerintah.
Sebelumnya di tahun 2021, Bupati Langkat pernah mengklaim bahwa ia memang membangun tempat rehabilitasi di rumahnya.
Berlangsung 10 tahun
Melalui sebuah wawancara dengan Dinas Kominfo Langkat yang diunggah di Youtube Diskominfo Langkat pada 27 Mei 2021 lalu, ia mengaku bahwa tempat pembinaan korban narkoba itu dibuat pada 2012.
Menurutnya, terdapat tiga tempat pembinaan yang disediakan. Bahkan semua fasilitas yang disediakan gratis.
Baca Juga
"Perawatan gratis semua, bagi masyarakat (pengguna narkoba) yang keluarganya mengantarkan, ada juga keluarga yang minta dijemput. Siapapun boleh datang," ujar Terbit Rencana Peranginangin.
Sejak beroperasi, sudah ada sekitar 3000 orang yang datang ke tempat binaannya tersebut.
Tak kantongi izin tempat rehabilitasi
Namun ternyata, Terbit tak mendaftarkan tempat pembinaannya tersebut kepada pemerintah.
"Setelah ditelusuri bangunan tersebut telah dibuat sejak 2012 atas inisiatif Bupati Langkat dan bangunan tidak terdaftar dan tidak memiliki izin sebagaimana diatur undang-undang," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Selasa (25/1/2022).
Ramadhan menyebut para penghuni kerangkeng sebagian dipekejakan di pabrik kelapa sawit milik Bupati.
Menurutnya, mereka dipekerjakan dengan maksud agar memiliki keahlian yang dapat berguna saat mereka keluar. Hanya saja, kata dia mereka hanya diberi makan dan tidak diberi upah.
Di sisi lain, BNN mengklaim bahwa kerangkeng di rumah Bupati Langkat bersifat ilegal.
Kepala Biro Humas dan Protokol BNN Brigjen (Pol) Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, tidak ada surat izin resmi yang dilengkapi oleh Terbit sampai saat ini.
Melanggar HAM
Migrant Care, Organisasi buruh migran, melaporkan Bupati Langkat ke Komnas HAM terkait adanya praktik perbudakan di rumahnya.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikan oleh Bupati Langkat.
Beberapa dugaan penyiksaan yang dilakukan yakni tak adanya fasilitas yang memadai.
Kemudian sebagian warga binaan diminta untuk bekerja tanpa gaji. Bahkan para pekerja tidak memiliki akses ke mana pun.
"Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Anis, Senin (24/1/2022).
Anis juga menduga para pekerja diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.
Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja. Lalu yang terakhir, warga binaan tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.