Bisnis.com, JAKARTA -- Skandal BLBI menyisakan banyak persoalan mulai dari ratusan triliun tunggakan yang belum ditagih hingga ribuan hektare aset BLBI yang terancam dikuasai oleh pihak ketiga.
Aset BLBI memang menjadi sasaran empuk tangan-tangan 'jahil' untuk mengeruk keuntungan. Mereka memanfaatkan celah hukum yang muncul dari ketidakberdayaan pemerintah dalam menuntaskan perkara yang umurnya lebih dari dua dasawarsa tersebut.
Pengungkapan kasus penguasaan aset negara eks BLBI oleh sebuah organisasi masyarakat (Ormas) di Jakarta Pusat beberapa waktu lalu adalah salah satu contoh betapa tingginya risiko peralihan aset BLBI ke tangan pihak ketiga.
Celakanya, praktik-praktik tak terpuji tersebut tidak hanya dilakukan oleh oknum ormas, dalam beberapa kasus, upaya penguasaan aset BLBI justru melibatkan jaringan mafia tanah yang terkoneksi dengan pejabat atau pegawai pemerintah.
Kasus lepasnya aset BLBI di Sentul, Bogor Utara, hingga ratusan hektar lahan di Kecamatan Jasinga bahkan diduga melibatkan oknum pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. Ini ironis, karena oknum yang terlibat adalah seorang pegawai di sebuah institusi atau kementerian yang selama ini dikenal paling transparan dan antikorupsi.
Menurut informasi yang berhasil dihimpun Bisnis dari lingkungan pemerintahan, modus kejahatan yang dilakukan antara pejabat DJKN dengan jaringan mafia tanah adalah dengan memalsukan surat aset BLBI. Akibat aksi kolaborasi pejabat nakal dan mafia tanah, konon negara merugi hingga Rp52 miliar.
Baca Juga
Belakangan kasus pemalsuan dan penggelapan surat aset BLBI tengah disidik kelolisian. Bareskrim Polri bahkan sudah menaikkan status kasus pengalihan aset BLBI di Karawaci, Tangerang Banten ke penyidikan. Sayangnya, penyidik belum menetapkan satupun tersangka dalam kasus itu.
Bisnis telah menelusuri sejumlah kejanggalan dalam praktik alih fungsi atau pengalihan aset BLBI ke pihak ketiga berikut beberapa temuan yang menarik untuk terus dicermati.
****
Sekitar akhir Agustus lalu, Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) melakukan penyitaan aset obligor BLBI.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan salah satu aset yang disita berada di Lippo Karawaci. Menariknya aset tersebut telah berpindah tangan ke pihak ketiga.
Mahfud kemudian menjelaskan asal-usul aset tersebut. Dia menuturkan bahwa aset yang disita sebelumnya milik Lippo. Namun telah dikuasai oleh BPPN. Nilai aset yang disita tersebut sesuai laporan keuangan pemerintah pusat yakni senilai Rp1,33 triliun.
"Seluruh dokumen kepemilikan dari aset ini sudah atas nama Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Artinya, aset ini sudah merupakan aset milik pemerintah RI," kata Mahfud dalam keterangan resminya, Jumat (27/8/2021).
(Menkopolhukam Mahfud MD dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati ketika menyampaikan perkembangan terkait penanganan BLBI./Kemenkeu)
Adapun aset milik eks debitur BLBI, PT Lippo Karawaci itu berupa 44 bidang tanah dengan total luasan kira-kira 251.992 meter persegi.
"Saat ini ada di salah satu aset properti yang dikuasai oleh negara yaitu aset eks debitur BLBI yaitu aset Lippo Karawaci eks Bank Lippo Group yang diserahkan kepada BPPN sebagai pengurang kewajiban BLBI aset ini terdiri dari 44 bidang tanah dengan luas 251.992 meter persegi," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan aset yang berlokasi di Lippo Karawaci itu sebelumnya sempat dimanfaatkan oleh pihak ketiga tanpa izin dari Kementerian Keuangan. Pihak ketiga telah disurati dan diingatkan.
"Aset ini rencananya akan dilakukan pengelolaan lebih lanjut oleh negara seperti penggunaan, pemanfaatan, hibah, maupun bentuk pengelolaan lainnya," ujarnya.
Belakangan kasus ini tengah disidik oleh Bareskrim Polri. Meski telah masuk ke penyidikan, penyidik Bareskrim belum menetapkan seorangpun menjadi tersangka dalam perkara tersebut. "Belum ada tersangka," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Pol Andi Rian R. Djajadi.
*****
Ruangan penyidik Polres Bogor belakangan ini cukup sibuk. Para penyidik tengah menyidik kasus dugaan pemalsuan surat terkait aset BLBI di wilayah Kecamatan Jasinga dan Sentul, Bogor.
Informasi yang dihimpun Bisnis di lingkungan pemerintah menyebutkan bahwa akibat pemalsuan surat oleh jaringan 'mafia tanah', ratusan hektare aset properti BLBI jatuh ke tangan pihak ketiga.
Aset yang lepas ada di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Luas tanah yang lepas ke tangan pihak ketiga sekitar 500 hektare.
Sementara di kawasan Sentul, aset yang lepas juga cukup luas. "Sebagian aset sudah dikuasai pihak ketiga," demikian informasi yang diperoleh Bisnis belum lama ini.
(Salah satu aset yang disita Satgas BLBI./Kemenkeu)
Penyidik kepolisian, menurut informasi itu, telah menetapkan sejumlah tersangka dalam perkara pemalsuan aset BLBI. Dua di antara para tersangka berinisial SMU dan AT. Keduanya kini telah meringkuk di rumah tahanan Polres Bogor.
Menariknya, selain pelaku dari pihak swasta, polisi juga sedang mendalami dugaan keterlibatan dua pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu di kasus pemalsuan aset eks BLBI itu.
Bisnis telah menelusuri dugaan keterlibatan dua anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut. Kedua orang itu masing-masing berinisial AFA dan IA.
Meski demikian, keduanya saat ini masih berstatus sebagai saksi. Polisi sampai masih mencari tahu sejauh mana keterlibatan para pegawai Kemenkeu dalam kasus pemalsuan surat aset BLBI.
Ada indikasi kuat keduanya mengetahui bahkan terlibat dalam penjualan dokumen aset negara kepada para mafia tanah.
Kabarnya, atas penyerahan dokumen tersebut mereka memperoleh imbalan puluhan juta hingga ratusan rupiah.
Sayangnya Kapolres Bogor AKBP Harun, kini telah diganti, enggan memaparkan hasil penyidikan perkara pemalsuan aset BLBI. Harun tak menjawab permintaan konfirmasi Bisnis yang disampaikan melalui sambungan telepon maupun pesan tertulis.
Kendati demikian, polisi disebut telah mengantongi indikasi keterlibatan para pejabat atau pegawai Kemenkeu. Mereka telah memiliki bukti transfer. Polisi bahkan telah menggerebek kantor DJKN pada tanggal 30 November 2021 lalu.
Dalam penggerebekan itu penyidik menyita telepon genggam dan laptop dari salah satu pegawai DJKN berinisial APA. APA jika merujuk ke penelusuran Bisnis, adalah pihak yang ditengarai terlibat dalam penggelapan aset BLBI.
Direktur Jenderal Kekayaan Rionald Silaban belum menjawab pertanyaan Bisnis mengenai penggerebekan tersebut.
*****
Sementara itu di Jakarta, Mabes Polri juga sedang menelisik kasus penjualan aset BLBI. Kasus di Jakarta masih dalam tahap penyelidikan.
Ada kemiripan kasus antara kasus BLBI yang ditangani Polri di Jakarta dengan Polres Bogor. Keduanya mengindikasikan keterlibatan orang dalam alias anak buah Sri Mulyani dalam perkara jual beli aset BLBI.
Ringkasan Laporan Keuangan Transaksi Khusus Pemerintah Pusat yang diperoleh Bisnis dari kalangan pemerintah bahkan secara spesifik menunjukan aset-aset mana saja yang suratnya dipalsukan oleh jaringan mafia tanah yang berkolaborasi dengan para pejabat di Kementerian Keuangan.
Aset pertama yang telah berpindah tangan adalah tanah seluas 2.991.360 m2 atau 2.991 hektare di Desa Neglasari. Kedua, aset seluas 2.013.060 m2 di Cikopomayak, Kabupaten Bogor.
Soal lahan di Cikopomayak, Satgas BLBI sebelumnya telah menyita lahan eks BLBI seluas 5.004.429 m2.
Ketiga, aset berupa lahan dan bangunan seluas 3.911 m2 di Kawasan Bogor Utara, Kota Bogor. Total kerugian negara menurut laporan keuangan tersebut senilai Rp52 miliar rupiah.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian R Djajadi memaparkan bahwa kasus yang ditangani Bareskrim adalah kasus pemalsuan dengan obyek surat DJKN.
Andi memaparkan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan, khususnya kasus terkait aset di Bogor Utara. Penyidik juga telah meminta keterangan saksi-saksi yang terkait dengan perkara tersebut. "Bukan penggelapan, tapi dugaan pemalsuan dengan obyek surat DJKN Palsu," jelasnya.
Menariknya, hampir semua pejabat di Kementerian Keuangan, termasuk Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban, bungkam ketiga dikonfirmasi praktik main mata pegawainya dengan jaringan mafia aset BLBI.
Sementara Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo tak menampik soal adanya kasus yang menyeret dua pegawai Kemenkeu.
Prastowo mengatakan Inspektorat Jenderal Kemenkeu tengah mendalami kasus penggelapan aset BLBI yang diduga melibatkan oknum pegawai otoritas fiskal. Dia memastikan Kemenkeu akan menindak tegas oknum atau pegawai yang terlibat dalam mafia aset BLBI.
“Jika terbukti bersalah pasti dikenakan hukuman sesuai ketentuan,” tukasnya.
*****
Di sisi lain, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Rionald Silaban tak membantah bahwa saat ini banyak aset eks BLBI yang diserobot ata dikuasai oleh pihak ketiga.
Rionald menyatakan pemerintah tengah menertibkan aset-aset negara yang digunakan tanpa hak oleh pihak lain, misalnya organisasi masyarakat. Namun demikian, dia belum bisa menyebutkan berapa angka pasti aset negara yang digunakan pihak lain secara tanpa hak.
"Itu sih daftarnya panjang dalam rangka BPPN asetnya akan kita tertibkan banyak daftar asetnya banyak sebagai contoh yang eks Ongko itu banyak ada 300-an. Jadi kalau kau tanya berapa ribu banyak.," kata Rionald di Bandung, Jumat (17/12/2021).
Rionald mengatakan pihaknya kedepannya akan melakukan penertiban terhadap aset-aset milik negara yang dikelola oleh pihak lain.
"Ini kan kita melakukan penertiban baru akan kita ketahui apakah aset itu memang masih kosong atau dimiliki orang memang dengan berjalannya waktu itu akan kita bereskan, misalnya yang Lippo taman sari itu dikelola orang," kata Rionald.