Bisnis.com, JAKARTA--Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki perkara dugaan tindak pidana korupsi penyewaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Kasus itu diduga telah merugikan negara.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Supardi mengatakan bahwa pihaknyasudah kordinasi dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra untuk membongkar praktik korupsi di BUMN tersebut.
"Kami sudah berkoordinasi juga dengan Dirut PT Garuda Indonesia itu," katanya, Selasa (28/12/2021) malam.
Supardi juga menegaskan bahwa perkara korupsi PT Garuda Indonesia yang ditangani Kejagung dan KPK berbeda.
Menurutnya, Kejagung hanya fokus menangani perkara korupsi penyewaan pesawat PT Garuda Indonesia. "Beda kasusnya ya," ujarnya.
Adapun untuk mengusut perkara ini pihaknya telah memanggil beberapa pihak untuk diklarifikasi keterangannya terkait perkara korupsi penyewaan pesawat emiten penerbangan berkode GIAA tersebut.
Baca Juga
Dugaan korupsi sewa pesawat oleh maskapai nasional itu sebelumnya pernah diungkapkan oleh Peter F Gontha. Peter adalah mantan komisatis emiten penerbangan berkode GIAA tersebut.
Peter menyebut biaya sewa pesawat yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut kelewat mahal. Dia mengaku sudah lama melaporkan ini dan menyerahkan data ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Kementerian Hukum dan HAM
“Setahun lalu [saya melaporkan data],” katanya saat dikonfirmasi melalui pesan instan, Senin (1/11/2021).
Saat ditanya tindak lanjut dari dua instansi tersebut terkait laporannya, Peter hanya membalas dengan emotikon. Sedangkan terkait harapan atas upaya yang dilakukan, dia membalas singkat.
“Silahkan, saya kan cukup jelas dan anti hoaks,” jelasnya.
Melalui akun Instagram, Peter beberapa kali menyebut harga sewa pesawat Garuda kelewat mahal. Dia mencontohkan Boeing 777 yang di pasarannya US$750.000 per bulan dipinjam perusahaan milik negara tersebut dengan mahar US$1,4 juta.
Sementara itu, empat perusahaan asing yang melakukan praktik curang tersebut sudah mengaku dan membayar €2,5 miliar atas kesalahannya.
Lalu, Peter telah menghadap Kementerian Hukum dan HAM serta KPK untuk menyerahkan data-data sewa pesawat yang terlalu mahal. Tapi, respons yang dia terima atas perintah dari pemerintah dan direksi adalah untuk tidak ikut campur.
“Garuda kan perusahaan publik. Kalau pemerintah dalam hal ini BUMN manya sendiri, tanpa koordinasi dengan publik, jangan go public dong!” tulisnya.