Bisnis.com, JAKARTA--Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa adik kandung tersangka Alex Noerdin yaitu Joes Noerdin selaku Direktur PT Grita Artha Kreamindo dan eks Direktur Utama BUMD PD PDE Provinsi Sumatera Selatan Arief Kadarsyah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengemukakan Joes Noerdin dan Arief Kadarsyah diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PD PDE) Provinsi Sumatera Selatan.
"Kedua saksi tersebut telah diperiksa terkait BAP lanjutan untuk tersangka AN (Alex Noerdin), MM (Muddai Madang), AYH (A Yaniarsyah Hasan) dan CISS (Caca Isa Saleh S)," tutur Leonard dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin (27/9/2021).
Dalam perkara tersebut, tim penyidik Kejagung telah menetapkan empat orang tersangka yaitu mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin, mantan Komisaris PT PDPDE Gas Muddai Madang, mantan Dirut BUMD Provinsi Sumatera Selatan mrangkap Direktur PT PDPDE Gas Caca Isa Saleh S dan eks Direktur Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur PDPDE Gas A Yaniarsyah Hasan.
Seperti diketahui, perkara korupsi tersebut berawal dari perjanjian jual beli gas bagian negara antara KKS Pertamina Hulu Energi (PHE), Talisman dan Pacific Oil dengan Pemprov Sumsel.
Hak jual ini merupakan participacing interest PHE 50 persen, Talisman 25 persen dan Pacific Oil 25 persen yang di berikan dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemprov Sumsel.
Namun, pada praktiknya, bukan Pemprov Sumsel yang menikmati hasilnya, tapi PT PDPDE Gas yang merupakan rekanan yang diduga telah menerima keuntungan fantastis selama periode 2011-2019.
PDPDE Sumsel yang mewakili Pemprov Sumsel hanya menerima total pendapatan kurang lebih Rp38 miliar dan dipotong utang saham Rp8 miliar. Bersihnya kurang lebih Rp30 miliar selama 9 tahun.
Sebaliknya, PT PDPDE Gas mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan gas bagian negara ini. Diduga selama kurun waktu 8 tahun, pendapatan kotor sekitar Rp977 miliar, dipotong dengan biaya operasional, bersihnya kurang lebih Rp711 miliar.