Bisnis.com, JAKARTA – Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Misbah Hasan meyakini implikasi dari pengurangan dana desa jelas akan memperlambat kinerja desa dalam pencapaian SDGs Desa yang turut dicanangkan pemerintah.
Sekadar informasi, SDGs atau Sustainable Development Goals Desa adalah upaya terpadu mewujudkan desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, diharapkan ekonomi desa dapat tumbuh merata, peduli kesehatan, peduli lingkungan, peduli pendidikan, ramah perempuan, berjejaring, dan tanggap budaya.
Menurutnya, saat ini terdapat sekitar 94.961 desa mempunyai beragam agenda prioritas yang sebenarnya dapat mendukung pencapaian prioritas pembangunan daerah dan nasional. Terutama dalam penanganan Covid-19, pemulihan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Misbah melihat dalam perspektif politik anggaran, sepertinya pembangunan Indonesia dari pinggiran sudah bukan lagi menjadi prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode keduanya.
“Hal ini terlihat saat pidato Kenegaraan dan Pengantar Nota Keuangan RAPBN 2022 pada 16 Agustus 2021. Kata desa disebut empat kali, tetapi hanya untuk menyatakan kalimat pemerintahan dari pusat hingga ke desa. Bukan desa sebagai garda terdepan pembangunan,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (7/9/2021).
Dia menjelaskan, ke depan ada kekhawatiran bahwa otonomi desa pelan-pelan tercerabut dengan adanya pengurangan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) serta pembatasan-pembatasan yang menyertainya, sehingga kewenangan dan ruang fiskal desa sangat sempit.
Baca Juga
Dibandingkan mengurangi Dana Desa, sebenarnya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kuangan (Kemenkeu) bisa melakukan efisiensi dari anggaran Kementerian Pertahanan atau Polri yang pada 2022 justru naik signifikan.
“Anggaran Kemenhan naik dari Rp118,1 triliun (RAPBN 2022) menjadi Rp133,9 triliun. Sedangkan anggaran Polri naik dari Rp96,8 triliun (2021) menjadi Rp111,0 triliun (RAPBN 2022). Ini bisa dialiokasikan untuk dana desa,” kata Misbah.