Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wacana Pemilu Mundur ke 2027, Pengamat: Tabrak Pilar Demokrasi

Jika wabah corona dijadikan alasan menunda pemilu, penyelenggara pemilu disarankan mulai dari sekarang membuat skenario pelaksanaan pemilu pada masa pandemi.
Ilustrasi - Petugas KPPS mengenakan pakaian hazmat dan Alat Perlindungan Diri (APD) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 039 pada Pilkada Kota Solo 2020 di Dukuhan, Nayu, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (9/12/2020). TPS dengan tema Sadar Prokes (Protokol Kesehatan) tersebut dibuat untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan mengantisipasi penyebaran COVID-19 pada Pilkada Kota Solo 2020./Antara
Ilustrasi - Petugas KPPS mengenakan pakaian hazmat dan Alat Perlindungan Diri (APD) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 039 pada Pilkada Kota Solo 2020 di Dukuhan, Nayu, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (9/12/2020). TPS dengan tema Sadar Prokes (Protokol Kesehatan) tersebut dibuat untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan mengantisipasi penyebaran COVID-19 pada Pilkada Kota Solo 2020./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Wacana pengunduran jadwal Pemilu 2024 hingga 2027 menimbulkan polemik di tengah publik. Ide ini dinilai menabrak pilar demokrasi melalui instrumen pemilu.

Pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menilai wacana Pemilu 2024 mundur ke tahun 2027 secara esensial menabrak pilar demokrasi yang dituangkan melalui pemilu.

"Esensi pemilu di antaranya untuk sirkulasi kepemimpinan secara teratur dan ajeg [fixed term]. Memundurkan Pemilu tahun 2024 menjadi tahun 2027 jelas menabrak prinsip itu," ujar Tholabi di Jakarta, Jumat (20/8/2021).

Menurut Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini, masa jabatan presiden atau wakil presiden serta anggota DPR telah teratur dan ajeg yakni selama lima tahun. Tholabi menekankan jika pemilu dimundurkan maka akan mengubah masa jabatan presiden/wakil presiden termasuk anggota DPR.

"Padahal pemilu itu merupakan mekanisme rakyat untuk mengoreksi pilihannya di pemilu sebelumnya," cetus Tholabi.

Apalagi, kata Tholabi, dalam konstitusi telah jelas disebutkan masa jabatan presiden lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

"Pasal 7 UUD 1945 sangat jelas menyebutkan tentang masa jabatan Presiden/Wapres lima tahun," sebut Tholabi.

Jika persoalan pandemi dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan pemilu, Tholabi menyarankan penyelenggara pemilu mulai dari sekarang membuat skenario pelaksanaan pemilu di masa pandemi.

"Pemanfaatan platform digital yang akuntabel dapat dijadikan salah satu alternatif dalam tahapan pemilu di masa pandemi," saran Tholabi.

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Se-Indonesia ini menambahkan ide penundaan pemilu sama saja mengancam partisipasi Gen-Z yang telah memiliki hak suara di Pemilu 2024.

"Jika skenarionya pemilu mundur, maka sama saja akan menunda partisipasi generasi Z yang lahir tahun 2007 untuk berpartisipasi di Pemilu 2024," jelas Tholabi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper