Bisnis.com, JAKARTA – Pasukan Taliban yang mengambil alih pemerintahan Afganistan dalam waktu singkat serta menimbulkan kekacauan di negara tersebut. Padahal, Amerika Serikat sudah menghabiskan US$2,26 triliun atau setara dengan Rp31.600 (kurs Rp14.000/dolar) selama kurang lebih 20 tahun.
Serangan kilat yang dilakukan Taliban menyapu sebanyak kurang lebih 300 ribu tentara Afghanistan yang telah dilatih oleh militer AS dalam kurun waktu sebulan saja.
Setelah Taliban memasuki Kabul, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dikabarkan melarikan diri ke Tajikistan. Dia bahkan mengakui bahwa Taliban menang. Lantas, berapa banyak anggaran yang sudah dikeluarkan AS untuk berperang melawan Taliban di Afghanistan?
Dilansir dari Forbes.com, militer AS telah menduduki Afganistan setelah peristiwa terorisme 11 September, dimana pemipin gerakan Al-Qaeda Osama Bin Laden diklaim sebagai otak serangan penghancuran gedung World Trade Center (WTC) yang membuat ribuan orang meninggal dunia.
Selama kurun waktu 20 tahun, pemerintah AS telah mengeluarkan lebih dari US$2,26 triliun atau atau setara dengan Rp31.600 triliun (kurs Rp14.000/dolar) untuk perang melawan Taliban di Afghanistan. Nilai tersebut sangat fantastis atau lebih dari 10 kali lipat APBN Indonesia. Berdasarkan catatan Bisnis, nilai APBN RI 2021 dipatok Rp2.750 triliun.
Diperkirakan sekitar US$300 juta dihabiskan setiap harinya, selama dua dekade militer AS di Afganistan. Itu juga dapat berarti pemerintah AS telah memberikan US$50 ribu dolar untuk 40 juta penduduk Afghanistan.
Baca Juga
Secara mendasarnya, pemerintah AS ini telah menghabiskan lebih banyak dari kekayaan bersih yang dimiliki oleh miliuner dunia, seperti Jeff Bezos, Elon Musk, Bill Gates, dan 30 miliarder terkaya di Amerika lainnya, jika digabungkan untuk menjaga dan melindungi Afganistan dari Taliban.
Biaya yang telah disebutkan diatas juga termasuk US$800 miliar yang diperlukan untuk biaya perang langsung dan US$85 miliar untuk pelatihan tentara Afghanistan, yang telah gulung tikar berminggu-minggu sejak penutupan Pangkalan Angkatan Udara Bagram pada awal Juli 2021. Hal tersebut dilakukan oleh Pentagon untuk menghilangkan janji dukungan udara terhadap Taliban.
Pembayar pajak AS juga telah memberi tentara Afghanistan gaji sebesar US$750 juta per tahun. Brown University telah mengeluarkan penelitian tentang proyek biaya perang yang telah dikeluarkan AS di Afganistan dengan total pengeluaran sebesar US$2,26 triliun atau setara dengan Rp31.600 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS).
Tak hanya lonjakan biaya, jumlah kematian pasukan militer AS pun terbilang tinggi. Terdapat 2.500 kematian militer AS di Afghanistan dan hampir 4.000 lebih kontraktor sipil AS pun tewas akibat perang melawan Taliban.
Di sisi lain, perang di Afganistan juga merenggut nyawa 69.000 tentara militer Afghanistan, 47.000 warga sipil, dan 51.000 penjuang oposisi atau pasukan Taliban yang tewas.
Sejauh ini, biaya untuk merawat 20 ribu korban di AS telah mencapai US$300 miliar. Diperkiraan akan segera dikenakan biaya sekitar setengah triliun lagi.
Biaya pengeluaran besar-besaran ini akan terus dilakukan setelah penarikan Presiden AS Joe Biden dari Afghanistan selesai. Secara alami, pemerintah AS telah membiaya perang Afghanistan menggunakan uang pinjaman.
Peneliti dari Brown University memperkirakan bahwa lebih dari US$500 miliar bunga telah dibayarkan. Nilai tersebut sudah termasuk dengan total US$2,26 triliun biaya perang.
Biaya bunga saja atas hutang perang Afghanistan dapat mencapai US$6,5 triliun pada 2050. Peneliti dari Brown University menganalogikan sekitar US$20.000 ditanggung oleh setiap warga AS.
PERNYATAAN JOE BIDEN
Pada awal Juli 2021, Presiden AS Joe Biden memberi tahu rakyat Amerika tentang penarikan pasukan AS dari Afghanistan setelah pendudukan 20 tahun. Mengutip Time pada Selasa (17/8/2021), Joe Biden saat penarikan pasukan AS itu menyatakan evakuasi akan aman dan tertib dengan sedikit kemungkinan pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban.
"Kemungkinan akan ada Taliban yang menguasai segalanya dan memiliki seluruh negara sangat tidak mungkin," kata dia.
Lebih dari sebulan kemudian, pernyataan Biden terbukti salah dalam semua hal. Taliban mengambil alih Afghanistan pada Minggu (15/8/2021) dan memasuki ibu kota Kabul tanpa perlawanan setelah serangan selama dua minggu di mana beberapa ibu kota provinsi jatuh ke tangan pemberontak.
Diplomat AS bergegas menghancurkan dokumen dan peralatan sensitif di kedutaan AS yang luas. Bendera Amerika gedung itu diturunkan dan diterbangkan dengan helikopter ke bandara Kabul, tempat personel AS berkumpul untuk menyelamatkan diri.
Kabul adalah kota besar terakhir di Afghanistan yang jatuh ke Taliban. Serangan awalnya dimulai beberapa bulan lalu, tetapi dipercepat dalam beberapa hari terakhir ketika mereka menguasai wilayah. Hal ini mengejutkan banyak pengamat internasional.
Saat dikritik keras soal penarikan pasukan AS, Joe Biden mengatakan dia berdiri "tepat" di belakang keluarnya AS dari Afghanistan.
“Berapa banyak lagi nyawa orang Amerika yang berharga?" kata Biden, mengutip BBC, Selasa (17/8/2021).
Biden kembali pada hari Senin ke Gedung Putih dari retret kepresidenan Camp David untuk membuat pernyataan publik pertamanya tentang Afghanistan dalam hampir seminggu.
“Jika ada, perkembangan minggu lalu memperkuat bahwa mengakhiri keterlibatan militer AS di Afghanistan sekarang adalah keputusan yang tepat. Pasukan Amerika tidak bisa dan tidak seharusnya berperang dalam perang dan mati dalam perang yang pasukan Afghanistan tidak mau berperang untuk diri mereka sendiri,” tambahnya.
Biden menghadapi reaksi politik yang intens atas gejolak di Kabul menyusul keputusannya pada April untuk memerintahkan semua pasukan Amerika keluar dari Afghanistan pada 11 September - peringatan 20 tahun serangan teror yang memicu invasi AS.
Pada Senin (16/8/2021), dia mengatakan misi AS di Afghanistan tidak pernah seharusnya tentang pembangunan bangsa. Biden mengatakan bahwa ketika menjadi wakil presiden dia telah menentang pengerahan ribuan tentara lagi pada 2009 ke negara itu oleh mantan Presiden Barack Obama.
Biden juga mencatat bahwa dia mewarisi kesepakatan yang dinegosiasikan dengan Taliban di bawah mantan Presiden Donald Trump agar AS menarik diri dari Afghanistan pada Mei tahun ini. Biden mengatakan dia sekarang presiden AS keempat yang memimpin perang terpanjang Amerika.
"Saya tidak akan menyerahkan tanggung jawab ini kepada presiden kelima. Saya tidak akan menyesatkan rakyat Amerika dengan mengklaim bahwa sedikit lebih banyak waktu di Afghanistan akan membuat semua perbedaan," ujarnya.