Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan dugaan sumbangan uang untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp2 triliun dari keluarga pengusaha Akidi Tio untuk pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Setelah sumbangan diserahkan secara simbolis di Kantor Kepolisian Daerah Sumatera Selatan pada 27 Juli 2021, tidak sedikit masyarakat yang menyampaikan apresiasi. Namun sumbangan ini dikabarkan palsu dan kepolisian pun melakukan penyelidikan.
Uang Rp2 triliun tentunya bukan nilai yang kecil. Terlebih lagi jika dimanfaatkan untuk membantu penanganan Covid-19 misalnya untuk membeli oksigen atau barang lainnya.
Sebuah lembaga sosial dari Hongkong, Benevolence Charity Hall, baru-baru ini mengirimkan bantuan konsentrator oksigen bagi Indonesia.
Menurut pemberitaan yang dikutip dari Tempo, sebanyak 60 unit konsentrator oksigen berkapasitas 10 liter senilai US$ 30.600 atau Rp 444,5 juta itu telah diterima pemerintah pada Jumat, 30 Juli 2021.
Dengan uang Rp2 triliun rupiah, pemerintah bisa menangani kelangkaan oksigen dengan membeli konsentrator oksigen serupa hingga 270.270 unit.
Baca Juga
Selain itu, dengan uang Rp2 trilun pemerintah bisa membeli 95 juta lebih butir Oseltamivir, obat terapi Covid-19, yang dihargai Rp 21.000 di toko online milik salah satu apotek kenamaan.
Uang sebanyak itu bisa pula membeli 133 juta masker N95 yang dihargai rata-rata Rp15.000 per masker di toko daring.
Benar atau tidaknya sumbangan Rp2 triliun dari keluarga Akidi Tio ini, sejumlah pakar hukum menilai tidak ada indikasi unsur pidana.
“Menurut saya tidak ada tindak pidana yang terjadi dalam peristiwa itu. Kalau dicari-cari pasalnya, jangan-jangan setiap perbuatan bisa dipidana,” kata Pakar hukum Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana Bonaprapta, Selasa (3/8/2021).
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menilai perkara sumbangan uang dari keluarga Akidi Tio ini tidak bisa disebut penipuan. Dia mengatakan seharusnya sejak awal Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan alias PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dilibatkan untuk memeriksa seseorang.
"Jangan-jangan ketidakbecusan polisi memeriksa didalilkan sebagai penipuan, duit Rp 2 triliun itu kan gede," ujar Haris dalam keterangan tertulis (2/8/2021).