Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Muhadjir Effendy mengatakan pentingnya peran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam menyusun kebijakan strategi prabencana.
Menurutnya, tahap prabencana atau upaya pengurangan risiko bencaana tidak hanya akan mengurangi kerugian akibat bencana, tetapi juga melipatgandakan ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk kesejahteraan rakyat.
Untuk itu, BMKG memiliki peran yang strategis dan vital dalam pembangunan Indonesia, khususnya pembangunan SDM Indonesia.
"Sudah waktunya untuk menjadikan informasi BMKG sebagai dasar untuk mengambil kebijakan," katanya dalam Rakorbangnas BMKG 2021: Info BMKG Kawal Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh, Kamis (29/7/2021).
BMKG juga harus mampu menjelaskan makna di balik informasi ramalan cuaca yang disampaikan. "Tanggung jawab BMKG untuk menyampaikan data tentang apa makna dibalik informasi itu, untuk siapa informasi dialamatkan," ungkapnya.
Dengan kondisi yang berada di daerah cincin api atau ring of fire, maka bencana di Indonesia adalah sebuah keniscayaan, kata Muhadjir.
Baca Juga
Sepanjang 2020, terdapat 2.942 kejadian bencana dan sampai akhir Juni 2021 telah terjadi 1.500 kejadian bencana. Sebesar 99 persen adalah bencana hidrometereologi.
Sebelumnya dalam agenda yang sama, Presiden Joko Widodo mengingatkan Indonesia memiliki resiko bencana hidrometeorologi yang tinggi. Berdasarkan data, jumlah kejadian bencana hidrometeorologi meningkat signifikan setiap tahunnya.
Dia mencontohkan gempa bumi pada kurun waktu 2008-2016 rata-rata 5.000-6.000 kali dalam setahun. Pada 2017, jumlahnya meningkat menjadi 7.169 kali dan pada 2019 naik signifikan menjadi lebih dari 11.500 kali.
"Frekuensi dan intensitasnya juga terus meningkat bahkan melompat. Kita akan mengalami multibencana dalam waktu bersamaan," kata Presiden.
Kepala Negara bahkan menyebut bahwa frekuensi, durasi, dan intensitas cuaca ekstrem dan siklon tropis juga meningkat. Periode ulang terjadinya El Nino atau La Nina, sebut Jokowi, pada 1981-2020 cenderung semakin cepat.
"Dua sampai dengan tiga tahunan dibandingkan periode 1950-1980 yang berkisar lima sampai dengan tujuh tahunan," jelasnya.