Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas lembaga antirasuah tersebut.
Dia dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Jumat (11/6/2021) dan masih terkait dengan dugaan penggunaan helikopter mewah saat pulang ke kampung halamannya pada pertengahan 2020.
ICW menyatakan laporannya berbeda dengan yang sudah divonis oleh Dewan Pengawas KPK. "Laporan kami berbeda dengan putusan yang sempat dijatuhkan oleh Dewas," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Gedung Anti Corruption Learning Center, Jumat.
Kasus heli ini pertama kali mencuat lewat laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia ke Dewas pada Juni 2020. Koordinator MAKI Boyamin Saiman melaporkan Firli dengan dugaan menaiki helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO saat perjalanan dari Palembang menuju Baturaja.
Dewas memulai sidang etik laporan itu pada Agustus 2020. Selama sidang sejumlah saksi diperiksa, termasuk Boyamin dan Firli. Rangkaian sidang etik berjalan selama hampir dua bulan, hingga akhirnya sidang putusan digelar pada 24 September 2020.
Dewas memvonis Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik. Dewas menjatuhkan sanski ringan berupa teguran tertulis 2 kepada mantan Kepala Polda Sumatera Selatan itu.
Baca Juga
"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis 2,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpah Hatorangan Panggabean dalam sidang di kantornya, Kamis, 24 September 2021. Dewas meminta Firli tidak mengulangi perbuatannya.
Dalam putusannya, Dewas menyatakan helikopter mewah itu digunakan Firli bersama dengan istri dan dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan, pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.
Helikopter itu menurut keterangan Firli digunakan saat menengok makam orang tua di Baturaja. Helikopter itu disewa Rp7 juta per jam. Orang yang mengatur penyewaan helikopter adalah ajudan Firli bernama Kevin.
Penggunaan helikopter itu, menurut Firli, karena ia ingin segera mengikuti rapat di Kementerian Politik, Hukum dan HAM pada Senin, 22 Juni 2020 seperti yang diminta oleh Luhut Binsar Panjaitan. Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar saat membacakan keterangan Firli mengatakan bahwa Firli merasa tidak ada hal yang dilanggar dengan menggunakan helikopter tersebut.
"Terperiksa tidak tahu salahnya di mana dan tidak pernah berpikir ketika naik helikopter ada yang banyak menyoroti dan ternyata banyak yang menyoroti. Terperiksa merasa hal itu tidak merugikan KPK karena tidak merugikan kelembagaan KPK," kata Artidjo.
Atas putusan tersebut, Firli menerimanya. "Saya pada kesempatan ini memohon maaf kepada masyarakat yang merasa tidak nyaman. Putusan terima dan saya pastikan tidak akan mengulangi, terima kasih," kata Firli.
Sementara Koordinator MAKI Boyamin, selaku pelapor ragu dengan putusan Dewas tersebut. Terutama, tentang harga sewa helikopter yang hanya Rp 7 juta perjam. Boyamin menaksir harga sewa heli paling murah adalah Rp35 juta per jam.
“Ketika masa Corona pun setahu saya helikopter sejenis atau di bawahnya itu sekitar Rp 35 juta, jadi kalau harga sewanya Rp7 juta itu tidak masuk akal,” kata Boyamin, di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.
Boyamin menduga harga yang diperoleh Firli itu adalah harga diskon. Selain dugaan diskon, dia pun meminta Dewas menyelidiki dugaan konflik kepentingan dalan penyewaan heli itu, karena menengarai pemilik heli terafiliasi dengan perusahaan yang sedang berkasus di KPK. “Waktu diperiksa saya sudah meminta untuk didalami kedua hal itu, tapi sayangnya Dewas belum mendalami,” kata dia.
Harga janggal sewa helikopter inilah yang ditelisik kembali ICW, lalu dilaporkan ke Dewan Pengawas. ICW menyatakan punya petunjuk baru. Menurut penelisikan ICW, ada dugaan selisih harga sewa Rp140 juta dari yang dilaporkan Firli kepada Dewas. "Kami beranggapan jauh melampaui itu, ada selisih sekitar Rp140 juta yang tidak dilaporkan," kata Kurnia.
Kurnia meminta Dewas melihat petunjuk baru itu secara obyektif dan berupaya mendalaminya. Dia berharap Dewas tidak memakai dalih bahwa kasus ini sudah pernah divonis untuk menolak laporannya. Dihubungi lewat pesan tertulis, Anggota Dewas Albertina Ho dan Syamsuddin Haris belum merespon ihwal kelanjutan laporan ICW.
Sementara itu, KPK menyatakan menghormati laporan ICW terhadap Firli Bahuri. Namun, pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri menungkit bahwa kasus itu sudah pernah diputuskan oleh Dewas. "Pokok persoalan yang dilaporkan ini telah diproses secara profesional oleh Dewas KPK dan disampaikan secara transparan kepada publik," kata Ali, Jumat, (11/6/2021).