Bisnis.com, JAKARTA – Penyerang bersenjata menewaskan sedikitnya 130 warga sipil dalam serangan satu malam di sebuah desa di Burkina Faso utara.
Pemerintah menyatakan serangan itu merupakan serangan paling mematikan di negara yang dilanda konflik dalam beberapa tahun ini.
Sekjen PBB Antonio mengatakan sangat marah dan mengutuk insiden itu.
“Saya mengutuk keras serangan keji ini dan menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi masyarakat internasional untuk menggandakan dukungan kepada negara-negara anggota dalam perang melawan ekstremisme kekerasan dan korban manusia yang tidak dapat diterima," kata Sekjen PBB Antonio Guterres lewat juru bicaranya seperti dikutip BBC.com, Minggu (6/6).
Kelompok bersenjata itu menyerang pada malam Jumat lalu dan menewaskan penduduk desa Solhan di provinsi Yagha yang berbatasan dengan Niger, ujar juru bicara Ousseni Tamboura. Pasar lokal dan beberapa rumah juga dibakar di daerah menuju perbatasan Niger, tambahnya.
Pernyataan itu menggambarkan para penyerang sebagai "teroris" dan mengatakan "kejahatan mereka tidak akan dibiarkan begitu saja". Akan tetapi belum ada klaim tanggung jawab langsung atas kejadian itu.
Baca Juga
“Kita harus tetap bersatu dan solid melawan kekuatan teror ini,” kata Presiden Burkina Faso, Roch Marc Christian Kabore seperti dikutip Aljazeera.com.
Dia mengutuk serangan itu sebagai tindakan “biadab” dan “tercela”. Pemerintah telah mengumumkan masa berkabung nasional selama 72 jam.
Seorang penduduk setempat yang tidak ingin disebutkan namanya karena khawatir akan keselamatannya, mengatakan dia melihat banyak orang terluka memasuki klinik.
“Saya melihat 12 orang di satu ruangan dan sekitar 10 orang di ruangan lain. Ada banyak kerabat yang merawat mereka yang terluka. Ada juga banyak orang berlarian dari Solhan untuk memasuki Sebba… Orang-orang sangat takut dan khawatir,” katanya melalui telepon.
Solhan, sebuah komunitas kecil sekitar 15 kilometer (9 mil) dari Sebba yang merupakan kota utama di provinsi Yagha, dilanda berbagai serangan dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 14 Mei lalu, Menteri Pertahanan Cheriff Sy dan petinggi militer mengunjungi Sebba untuk meyakinkan orang-orang bahwa kehidupan telah kembali normal setelah sejumlah operasi militer.
“Ada perasaan yang berkembang di antara banyak orang di Burkina Faso bahwa meskipun pasukan keamanan hadir, namun situasinya terus memburuk,” kata Nicolas Haque dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Bamako di negara tetangga Mali.