Bisnis.com, JAKARTA - Wakil presiden sementara Mali, Kolonel Assimi Goita mengatakan bahwa dia telah mengambil alih kekuasaan setelah presiden transisi dan perdana menteri gagal berkonsultasi dengannya tentang pembentukan pemerintahan baru.
"Langkah semacam ini membuktikan keinginan yang jelas dari presiden transisi dan perdana menteri untuk berusaha melanggar kesepakatan transisi," katanya.
Dia menggambarkan tindakan pasangan tersebut sebagai "niat yang dapat dibuktikan untuk menyabotase transisi". Sedangkan pemilu akan digelar tahun depan sesuai rencana, katanya seperti dikutip Aljazeera.com, Rabu (26/5/2021).
Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane ditangkap dan dibawa ke pangkalan militer di luar ibu kota pada Senin. Insiden itu memicu kecaman dari kekuatan internasional, beberapa di antaranya menyebutnya sebagai "percobaan kudeta".
Kedua pemimpin itu bertanggung jawab atas pemerintahan transisi yang dibentuk setelah kudeta militer pada bulan Agustus yang menggulingkan Presiden Ibrahim Boubacar Keita. Mereka ditugaskan untuk mengawasi kembali ke pemilihan umum yang demokratis.
Goita, yang memimpin kudeta Agustus, mengatur penangkapan setelah dua rekan pemimpin kudeta digeser dari jabatan pemerintah mereka dalam perombakan kabinet pada Senin.
Baca Juga
Dalam pernyataan yang dibacakan oleh seorang ajudan di televisi nasional, Goita mengatakan bahwa pemilu akan digelar tahun depan untuk memulihkan pemerintahan.
"Wakil presiden transisi berkewajiban untuk bertindak untuk mempertahankan kesepakatan transisi dan mempertahankan republik," menurut pernyataan itu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, dan negara-negara kawasan mengutuk tindakan militer dan menuntut pembebasan segera para pemimpin yang ditangkap.
"Kami menuntut pembebasan" kedua pemimpin tersebut, kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mentweet seruan untuk tenang, dan mendesak "pembebasan tanpa syarat" para pemimpin tersebut.