Bisnis.com, JAKARTA – Dosen Hukum Kepailitan Universitas Indonesa Teddy Anggoro menyebutkan bahwa restrukturisasi adalah jalan yang paling tepat bagi PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dalam menghadapi status penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU.
Syaratnya, perseroan harus mampu meyakinkan bahwa proposal perdamaian yang mereka tawarkan promising bagi para kreditornya. “Kalau kreditornya setuju, nanti hasil kesepakatan restrukturisasi akan disahkan oleh pengadilan niaga,” kata Teddy, Selasa (18/5/2021).
Kendati demikian, Teddy menjelaskan bahwa Sritex bisa saja dipailitkan jika proposal perdamaian yang diajukan ditolak oleh mayoritas kreditur. Status pailit juga bisa disandang perusahaan berkode emiten SRIL ini jika gagal memenuhi komitmen di dalam perjanjian restrukturisasi utang.
“Dia [Sritex] bisa dipailitkan, karena ada yang disebut pembatalan hasil perdamaian,”ujarnya.
Adapun, Teddy mengakui Undang-Undang No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memang masih memiliki banyak celah. Salah satunya gugatan PKPU bisa diajukan oleh kreditor. Padahal jika menilik esensinya, seharusnya PKPU adalah hak debitor.
UU Kepailitan existing juga hanya mengatur syarat diajukan PKPU adalah 1 kali utang jatuh tempo, akibatnya banyak debitur yang dengan mudah digugat PKPU. Dalam skema yang baru rencananya syarat pengajuan PKPU adalah 2 kali utang jatuh tempo. Selain itu ada batas minimum nilai utang yang di PKPU-kan.
“Jadi ke depan enggak ada lagi debitor yang di PKPU-kan sementara dia masih mampu memenuhi kewajiban,” jelasnya.
Sebagai informasi, Sritex tercatat memiliki MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 sebesar US$25 juta. Berdasarkan laporan per akhir 2020, MTN ini memiliki tingkat suku bunga 5,8% per tahun yang dibayarkan setiap enam bulan sekali.
Emiten tekstil ini tidak bisa membayar MTN jatuh tempo lantaran tengah berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Baru-baru ini, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah mengabulkan gugatan PKPU CV Prima Karya kepada Sritex. Dengan demikian, Sritex dan tiga anak usahanya yakni Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya resmi menyandang status PKPU sementara untuk 45 ke depan.
Dalam catatan Bisnis, CV Prima Karya adalah salah satu vendor yang terlibat dalam renovasi bangunan di Grup Sritex. Gugatan PKPU diajukan atas nilai utang yang belum dibayarkan oleh pihak Sritex senilai Rp5,5 miliar.
Manajemen Sritex dalam sebuah keterbukaan informasi di BEI memastikan bahwa pihaknya berupaya menyelesaikan permasalahan yang ada dengan seluruh mitra usaha sesuai koridor hukum yang berlaku.