Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sritex Dalam Status PKPU, Jalan Restrukturisasi Masih Lapang

Status PKPU memberikan jalan kepada Sritex untuk melakukan restrukturisasi utang melalui pengajuan proposal perdamaian kepada para krediturnya.
JIBI-SOLOPOS-Maulana Surya
JIBI-SOLOPOS-Maulana Surya

Bisnis.com, JAKARTA -- PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex sedang menghadapi sejumlah persoalan terkait pembayaran utang. Emiten SRIL ini belum mampu memenuhi kewajiban pembayaran medium term note (MTN) karena menyandang status penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU Sementara.

Adapun status PKPU Sementara Sritex berlaku sampai dengan 44 hari terhitung sejak putusan dibacakan pada Kamis (6/5/2021). Artinya, PKPU Sementara Sritex akan berakhir pada tanggal 20 Mei 2021.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), terdapat dua periode berlangsungnya PKPU. Periode pertama atau PKPU sementara berlangsung selama 45 hari. Sementara dalam periode PKPU tetap berlangsung selama 270 hari.

Pasal 242 UU Kepailitan dan PKPU juga menegaskan bahwa selama berlangsungnya penundaan kewajiban pembayaran utang, debitur tidak dapat dipaksa membayar utang dan semua tindakan eksekusi yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang, harus ditangguhkan.

Selain itu, pada Pasal 265 UU Kepalitan dan PKPU, juga memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan proposal perdamaian dengan para kreditornya saat pengajuan PKPU.

Lalu bagaimana dengan posisi Sritex yang sekarang sedang tersandung PKPU?

Manajemen Sritex dalam sebuah keterbukaan informasi di BEI memastikan bahwa pihaknya berupaya menyelesaikan permasalahan yang ada dengan seluruh mitra usaha sesuai  koridor hukum yang berlaku.

Di sisi lain, Praktisi Hukum Kepailitan Rizky Dwinanto mengatakan bahwa dengan status PKPU saat ini, Sritex sebenarnya masih memiliki kesempatan untuk mengajukan restrukturisasi utang melalui pengajuan proposal perdamaian kepada para krediturnya.

"Tadi misalnya soal MTN itu, dengan skema restrukrisasi nanti bisa ditunda taruhlah mungkin tahun depan atau bulan depankah, yang itu menjadi pertimbangannya si debitur [Sritex]," kata Rizky, Selasa (18/5/2021).

Rizky juga cukup yakin dengan posisi sebagai salah satu pemain tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar di Asia Tenggara, Sritex telah memiliki serangkaian strategi untuk menyelesaikan persoalan utang-utangnya.

Namun demikian, kata dia, Sritex juga bisa saja terjerumus dalam status pailit. Status pailit bisa disandang Sritex jika perseroan tidak mengajukan proposal perdamaian untuk merestrukturisasi utang-utangnya atau proposal perdamaian yang diajukan ditolak oleh mayoritas kreditur.

"Sritex adalah salah satu big companny, yang pasti kalau masuk dalam rezim PKPU, Sritex masih cukup yakin supaya bisnisnya tetap jalan. Jadi dengan momentum PKPU, ini akan dimanfaatkan Sritex sebagai jalan untuk restrukturisasi," tukasnya.

Sebagai informasi, Sritex tercatat memiliki MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 sebesar US$ 25 juta. Berdasarkan laporan per akhir 2020, MTN ini memiliki tingkat suku bunga 5,8% per tahun yang dibayarkan setiap enam bulan sekali.

Emiten tekstil ini tidak bisa membayar MTN jatuh tempo lantaran tengah berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Baru-baru ini, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah mengabulkan gugatan PKPU CV Prima Karya kepada Sritex. Dengan demikian, Sritex dan tiga anak usahanya yakni Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya resmi menyandang status PKPU sementara untuk 45 ke depan.

Dalam catatan Bisnis, CV Prima Karya adalah salah satu vendor yang terlibat dalam renovasi bangunan di Grup Sritex. Gugatan PKPU diajukan atas nilai utang yang belum dibayarkan oleh pihak Sritex senilai Rp5,5 miliar.

Padahal, pembayaran seharusnya dilakukan dalam dua termin pembayaran. Fakta yang terungkap selama persidangan menyebutkan bahwa, CV Prima Jaya telah memberikan kelonggaran waktu selama 30 hari kepada Sritex dan tiga anak usahanya yang berstatus sebagai corporate guarantee, untuk meluasi utangnya.

“[Mereka] secara tanggung renteng berkewajiban melunasi utang tersebut,” demikian bunyi pertimbangan hakim yang dibacakan, Kamis (6/5/2021).

Namun demikian hingga waktu yang ditentukan, pihak Sritex tak kunjung melunasi utang-utangnya. Pihak Prima Karya kemudian memperingatkan Sritex melalui surat peringatan 1 pada 3 Maret 2021, SP2 12 Maret 2021 dan somasi pada 1 April 2021.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper