Bisnis.com, JAKARTA - Cendekiawan asal Nusa Tenggara Timur Daniel Dhakidae meninggal dunia pagi ini, Selasa (6/4/2021).
Para pembaca majalah Prisma tentu mengenal sosok cendekiawan ini. Bersama sejumlah pemikir lain di Indonesia, Daniel Dhakidae menjadi pendorong bagi tradisi pemikiran di Indonesia.
Berdasar data di laman prismajurnal.com, Daniel Dhakidae meraih gelar PhD (1991) di bidang pemerintahan dari Department of Government, Cornell University, Ithaca, New York, Amerika Serikat.
Disertasi Daniel bertajuk “The State, the Rise of Capital, and the Fall of Political Journalism, Political Economy of Indonesian News Industry.”
Disertasi tersebut mendapat penghargaan the Lauriston Sharp Prize dari Southeast Asian Program Cornell University, karena telah “memberikan sumbangan luar biasa bagi perkembangan ilmu.”
Daniel meraih gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara dari Fakultas Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (1975) dan Master of Arts bidang Ilmu Politik dari Cornell University (1987).
Selain menjadi Kepala Penelitian Pengembangan (Litbang) Kompas sejak 1994 sampai 2006, ia juga berkiprah sebagai redaktur majalah Prisma (1976), Ketua Dewan Redaksi Prisma (1979-1984), dan Wakil Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES, 1982-1984).
Pria kelahiran Toto-Wolowae, Ngada, Flores, 22 Agustus 1945, yang tercatat sebagai salah seorang pendiri Yayasan Tifa dan pernah duduk di Dewan Pengarah yayasan ini kemudian “menghidupkan” kembali jurnal pemikiran sosial ekonomi Prisma dan duduk sebagai Pemimpin Redaksi (sejak 2009) merangkap Pemimpin Umum (sejak 2011).
Banyak buku pernah ditulisnya antara lain Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003). Bersama Vedi Renandi Hadiz, Daniel menyunting buku bertajuk Social Science and Power in Indonesia (2005).
Kabar meninggalnya Daniel Dhakidae dikomentari banyak tokoh berikut:
Philips Vermonte, CSIS
Turut berduka atas berpulangnya Dr. Daniel Dhakidae, salah satu towering figure dalam dunia pemikiran di Indonesia.
Terakhir berjumpa tahun 2019 dan tahun 2020 dalam dua forum soal survei. Forum 2019 di Menara Kompas saya diundang bicara mengenai survei dan akumulasi pengetahuan di Indonesia, pembicara satu lagi adalah Daniel Dhakidae. Mungkin saya diundang sebagai peneliti CSIS dan terutama sebagai ketua Perhimpunan lembaga-lembaga survei, waktu itu baru selesai pemilihan presiden.
Hari itu, bung Daniel (almarhum juga selalu panggil saya bung, walau usia terpaut jauh, semangatnya selalu egalitarian) menulis catatan kritik pedas terhadap survei opini publik di Indonesia. Tetapi kritik itu disampaikan dengan dingin dan semangat kolegial, diskusi yang menyenangkan. Tiga mingguan lalu dalam sebuah acara di Lemhanas, kebetulan ada teman wartawan senior Kompas hadir dan dulu yang mengundang saya, saya sempat bertanya apakah saya bisa minta lagi paper bung Daniel yang disampaikan dalam diskusi itu, kepunyaan saya hilang, terselip entah dimana.
Forum 2020 juga soal survei, ketika muncul perdebatan publik mengenai metodologi survei, yang terkendala karena situasi pandemi menyebabkan survei tatap-muka tidak bisa dilakukan sehingga beberapa lembaga survei melakukan survei via telpon dengan penarikan sampel melalui randomisasi responden dari survei-survei terdahulu.
Bung Daniel bertindak sebagai moderator, tetapi saya paham secara inheren memang ada kritiknya terhadap survei karena pernah bersama dalam forum di Kompas. Tetapi lagi-lagi Bung Daniel berlaku dingin, pandangannya well-founded, dan saya tahu persis ia berusaha menahan diri dari subyektifitas karena tengah bertindak sebagai moderator. Kemampuan untuk tetap dingin melihat persoalan (dan dalam diri bung Daniel tetap dingin terhadap kekuasaan) adalah kualitas bung Daniel yang terbaca dalam semua tulisannya dan pandangan-pandangannya sebagai intelektual.
Selamat jalan. RIP
Selain catatan panjang Philip Vermonte di akun facebooknya seperti dikutip di atas, tokoh lain menyampaikan kenangan dan pernyataan duka berikut:
@AlissaWahid
Sedih sekali atas berpulangnya pak Daniel Dhakidae, teman diskusi #GusDur sejak muda. Wawasan Beliau tentang demokrasi berangkat dari pengalaman sangat panjang menjalani proses demokratisasi negeri ini.
@andreasharsono
RIP Daniel Dhakidae (lahir Ngada, Flores 1945) cendekiawan publik, lulusan Cornell University, lama bekerja di Kompas dan Prisma, meninggal serangan jantung usia 76 tahun di Jakarta hari ini
@BennyHarmanID
Seorang pemikir dan intelektual ternama negeri ini Dr Daniel Dhakidae meninggal dunia tadi pagi. Seluruh hidupnya dia persembahkan untuk kemajuan pengetahuan dan pengembangan pemikiran progresif di tanah air. Ia konsisten sebagai intelektual yang berdiri di luar kekuasaan. RIP*
@AdhieMassardi
MORAL INTELEKTUAL ? 2 tokoh (Umbu Landu P & Daniel Dhakidae) ini sedikit dr cendekiawan yg istiqomah jaga moral intelektual. Umbu bid sastra guru sy di Malioboro Jogja with Cak Nun, Daniel sohib berat Bang RR @RamliRizal bid sosial politik. ? Ya Allah, mereka kembali kpd Mu.
@RamliRizal
Sahabat DR. Daniel Dhakidae meninggal dunia akibat serangan jantung, pkl 07.23 tadi. Daniel sahabat lama,, teman sama2 ketika RR Redaksi Prisma, Daniel & RR menulis pemgantar buku Frans Seda, "Simponi Tanpa Henti". Daniel seorang intelektual tanpa lelah. May He Rest in peace