Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengatakan cita rasa demokrasi Tanah Air hilang seiring melemahnya penghargaan terhadap kebebasan berekspresi.
Kecenderungan ini, ujarnya, merampas demokrasi perlahan-lahan sehingga menyerupai kudeta.
“Ini yang harus kita cemaskan. Kita gagal memahami bahwa fungsi parlemen itu independen. Partai politik harus menjaga jarak dari jabatan elektoral, termasuk parlemen di dalamnya,” ujar Fahri dalam webinar, seperti dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (6/3/2032).
Fahri menjelaskan DPR sekarang tidak lagi bisa mandiri karena kekuasaan partai politik di parlemen betul-betul menyatu. Apa kata partai seolah-olah tidak bisa dibantah. Anggota Dewan seperti perkakas partai politik, hak milik partai politik.
Padahal, lanjutnya, anggota DPR merupakan pilihan rakyat dan parpol hanya mencalonkan saja. Sistem demokrasi di Indonesia, tegas Fahri, didesain menjaga agar tidak kembali ke otoritarianisme.
Menurut dia tradisi otoritarianisme seperti di era kerajaan hingga era kolonial jauh lebih lama bercokol daripada demokrasi dalam sejarah Indonesia.
Selain itu, lanjut Fahri, parpol menjelma menjadi kantong-kantong untuk meraih kekuasaan. Bahkan dinilai sudah tidak menawarkan gagasan-gagasan segar untuk menantang (men-challenge) jalannya pemerintahan.
“Kita layak mencemaskan partai politik yang berhenti menjadi institusi berpikir. Kalau hari ini tadi disebut soal Partai Demokrat, salah satu yang menyulut adalah persoalan transaksi-transaksi dalam partai. Ketua umum, wakil ketua umumnya, sekjennya, dan juga pimpinan-pimpinan fraksinya tidak lagi menawarkan pikiran segar,” jelas Fahri.