Bisnis.com, JAKARTA - Aung San Suu Kyi, pemimpin partai berkuasa di Myanmar akhirnya tampil ke hadapan publik untuk pertama kalinya sejak kudeta pemerintahan sah oleh militer pada awal Februari 2021.
Dilansir Channel News Asia, Aung San Suu Kyi tampil di pengadilan secara daring, Senin (1/3/2021). Dia didampingi pengacaranya Khin Maung Zaw yang hadir secara langsung di pengadilan tersebut.
Pengacara Khin Maung Zaw mengatakan kepada AFP saat jeda sidang, Aung San Suu Kyi yang telah berusia 75 tahun itu tampak sehat.
Dalam persidangan itu, tuduhan tambahan dari hukum pidana era kolonial Myanmar dikenakan kepada Aung San Suu Kyi. Pasal yang melarang penerbitan informasi yang dapat 'menyebabkan ketakutan atau kekhawatiran' disangkakan terhadapnya selama persidangan, kata pengacara lainnya, Min Min Soe.
Menurutnya, Aung San Suu Kyi telah meminta untuk melihat tim hukumnya selama persidangan melalui tautan video. Min Min Soe mengatakan sidang berikutnya akan dilakukan pada 15 Maret.
Aung San Suu Kyi ditahan di Naypyidaw, ibu kota negara, sebelum fajar pada hari kudeta dan sejak itu tidak muncul lagi di depan umum.
Dia dilaporkan menjadi tahanan rumah di Naypyidaw, sebuah kota terpencil yang dibangun militer pada masa kediktatoran sebelumnya.
Militer telah membenarkan pengambilalihan kekuasaan, mengakhiri eksperimen demokrasi selama satu dekade, dengan membuat tuduhan tidak berdasar tentang kecurangan yang meluas dalam pemilihan nasional November 2020.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi memenangkan pemilu dengan telak.
Namun, para jenderal telah memukul Aung San Suu Kyi dengan dua tuduhan yang oleh masyarakat internasional secara luas dianggap remeh. Dua tudingan itu adalah impor walkie talkie dan menggelar kampanye selama pandemi Covid-19.
Adapun, tampilnya Aung San Suu Kyi pertama kali ke publik itu terjadi ketika para demonstran turun ke jalan lagi di seluruh negeri untuk menentang peningkatan kekuatan dari junta militer. Demonstrasi, Minggu (28/2/2021) telah berujung pada kerusuhan paling mematikan sejak kudeta militer terjadi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang mengutip informasi dari pihak yang dipercayai, mengatakan setidaknya 18 orang tewas pada demonstrasi kemarin. Pasalnya, tentara dan polisi menembakkan peluru tajam ke arah demonstran di kota-kota di Myanmar.