Bisnis.com, JAKARTA - Aksi demonstrasi masyarakat di Myanmar yang memprotes junta militer yang mengkudeta pemerintahan sah pada awal Februari 2021 dihadapi dengan represif oleh aparat setempat.
Media independen Myanmar Now melaporkan setidaknya 18 orang tewas setelah anggota polisi menembaki pengunjuk rasa yang memprotes kudeta militer di sejumlah titik di kota-kota besar. Tiga orang meninggal di Dawei.
Sementara itu, dua orang terbunuh pada aksi unjuk rasa di Mandalay. Satu orang wanita ditembak di bagian kepala juga tidak berhasil diselamatkan.
Di tengah aksi kekerasan yang ditunjukkan junta militer di Myanmar itu, satu peristiwa menjadi pusat perhatian warganet yakni ketika salah seorang biarawati Katolik mengadang aparat bersenjata lengkap. Dengan penuh air mata, dia tampak berlutut dan memohon aparat menghentikan aksi kekerasan tersebut.
Hal itu dikabarkan Kardinal Charles Bo, Uskup Agung Yangon, Myanmar. Melalui akun Twitter-nya, @CardinalMaungBo, Minggu (28/2/2021) 11.24 WIB, dia mengunggah sejumlah foto upaya suster Ann Nu Thawng untuk menghalau aparat kepolisian dan tentara.
Alhasil, aksi biarawati itu mampu menyelamatkan sejumlah besar pengunjuk rasa lantaran akhirnya bisa melarikan diri dari kejaran aparat.
Baca Juga
"Hari ini, kerusuhan telah parah di seluruh negeri. Polisi menangkap, memukuli, dan bahkan menembaki masyarakat. Dengan penuh air mata, Sr. Ann Nu Thawng memohon & menghentikan polisi untuk berhenti menangkap para pengunjuk rasa. Sekitar 100 pengunjuk rasa bisa melarikan diri dari polisi karena suster itu," demikian kutipan pada sejumlah foto yang diunggah di Twitter.
Today, the riot has been severe nationwide.
— Cardinal Charles Bo (@CardinalMaungBo) February 28, 2021
The police are arresting, beating and even shooting at the people.
With full of tears, Sr. Ann Nu Thawng begs & halts the police to stop arresting the protestors.
About 100 of protestors could escape from police because of the nun. pic.twitter.com/Hzo3xsrLAO
Adapun, Indonesia mengutuk kekerasan yang menimpa pengunjuk rasa di Myanmar dan meminta junta militer menahan diri. Hal ini disampaikan secara tertulis oleh Kementerian Luar Negeri RI pada Minggu (28/2/2021).
Dalam pernyataan tersebut, Indonesia menyatakan keprihatinan dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka.
“Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh serta mencegah situasi tidak semakin memburuk,” seperti ditulis dalam pernyataan.