Bisnis.com, JAKARTA - Perserikatan Bangsa-Bangsa menegaskan masih mengakui Kyaw Moe Tun sebagai Dubes Myanmar untuk PBB kendati sosok tersebut telah dipecat oleh junta militer lantaran kritis.
Dilansir dari South China Morning Post, Minggu (28/2/2021), PBB tidak mengakui junta militer sebagai pemerintah yang sah di Myanmar, kata seorang pejabat PBB yang meminta namanya tidak disebutkan. Dengan demikian, Kyaw Moe Tun masih menjadi Duta Besar PBB untuk Myanmar saat ini.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh Juru Bicara PBB Stephane Dujarric. “Kami belum menerima informasi mengenai pergantian perwakilan dari Myanmar di PBB New York,” katanya.
Seperti diketahui, Kyaw Moe Tun dipecat usai mengkritik kudeta militer Myanmar di depan Sidang Majelis Umum PBB. Dengan suara lirih dan agak terbata-bata karena hampir menangis, Kyaw Moe Tun meminta perhatian internasional untuk bersama-sama bertindak melawan kudeta militer di negaranya.
Pernyataan emosional tersebut disampaikan pada Sidang Majelis Umum PBB di New York pada Jumat (26/2/2021). Dia mengumumkan bahwa pernyataan tersebut bukan mewakili pemerintah militer, tetapi partai berkuasa, NLD (National League for Democracy) sebagai parlementer terpilih.
“Kami membutuhkan tindakan sekuat mungkin dari komunitas internasional untuk segera mengakhiri kudeta militer, menghentikan penindasan terhadap rakyat yang tidak bersalah, mengembalikan kekuasaan negara kepada rakyat dan memulihkan demokrasi,” katanya.
Baca Juga
Dia memberikan isyarat tiga jari seperti yang dilakukan oleh para pengunjuk rasa di Myanmar sebagai tanda solidaritas. Namun, pernyatannya langsung direspons dengan pemecatan dirinya pada Sabtu. Dia disebut mengkhianati negara.
Stasiun TV milik negara, MRTV melaporkan Kyaw Moe Tun dipecat lantaran menyalahgunakan kekuasaan dan tanggung jawab seorang duta besar.
Sementara itu, dalam pernyataan resminya, Sekjen PBB Antonio Guterres mengajak negara-negara untuk merespons kekerasan yang terjadi di Myanmar. Dia mengutuk kekerasan yang terjadi di Myanmar. Menurutnya, penggunaan senjata untuk melawan pengunjuk rasa tidak dapat diterima.
“Saya mendesak masyarakat internasional untuk mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer bahwa mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilu dan menghentikan penindasan,” katanya.
Setidaknya 18 orang tewas setelah anggota polisi menembaki pengunjuk rasa yang memprotes kudeta militer di sejumlah titik di kota-kota besar. Tiga orang meninggal di Dawei, kata politikus Kyaw Min Htike.
Media independen, Myanmar Now mengabarkan dua orang terbunuh pada aksi unjuk rasa di Mandalay. Satu orang wanita ditembak di bagian kepala juga tidak berhasil diselamatkan.