Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan resmi memperbolehkan pengusaha untuk melakukan pembelian vaksin mandiri dan melakukan vaksin Gotong Royong lewat Permenkes Nomor 10 Tahun 2021.
Meskipun akan tetap diberikan gratis kepada para penerima vaksin, epidemiolog masih menentang program vaksinasi ini.
“Crazy rich dapat vaksin, Koruptor dapat vaksin, Keluarga Anggota DPR dapat vaksin. Dan ya, vaksin mandiri kalau terus dilanjutkan, yakin kita akan terus-menerus melihat kabar seperti itu kedepannya,” cuit akun Twitter @LaporCovid, Minggu (28/2/2021).
Menurut LaporCovid, walaupun sudah gratis, vaksin mandiri tetap tidak adil. Pasalnya, prioritas vaksin ini sudah berbeda dengan tujuan pemerintah untuk vaksinasi di awal.
Pertama, vaksinasi mandiri mempertaruhkan infeksi di kelompok rentan. Kemudian, keluarga pengusaha yang bukan prioritas dapat vaksin duluan, dan yang kaya sekarang jadi pihak yang dapat vaksin duluan.
Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan dalam sebuah webinar bahwa vaksinasi untuk melawan Covid-19, kesetaraan akses vaksin adalah utama, lantaran juga berkaitan dengan Hak Asasi Manusia.
Baca Juga
“Ini juga diatur konstitusi NKRI,” ujarnya dalam webinar, dikutip Minggu (28/2/2021).
Dia mengusulkan apabila perusahaan swasta memang ngin membantu pemerintah, harusnya melakukan kemitraan untuk penanganan pandemi total, bukan hanya untuk para karyawannya saja.
Dia menegaskan bahwa hak rakyat Indonesia itu sama untuk mendapatkan vaksin, termasuk dari sisi jenis vaksin dan jenis layanan, yang disediakan oleh pemerintah untuk mengatasi pandemi.
Selain itu, Dicky juga mengingatkan bahwa ada risiko yang sangat besar pada tindakan korupsi dalam implementasi Vaksinasi Gotong Royong.
“Walaupun sudah dikonsultasikankan dengan KPK, risiko tetap ada. Di samping itu, risiko yang sulit ditoleransi adalah pelanggaran HAM. Ingat vaksin merupakan Global Public-Health Goods,” tegasnya.