Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri akan meminta DPR untuk merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE. Menurut Jokowi, UU ITE belum bisa memberikan rasa keadilan bagi rakyat.
Menanggapi hal itum pengamat politik Rocky Gerung mengungkapkan Presiden Jokowi beserta Istana tidak paham demokrasi. Tanggapan ini disampaikan melalui YouTube Rocky Gerung Official berjudul "Rencana Revisi UU ITE Hanya Test Ombak dan Angin Sorga!".
"Sekali lagi, saya mau terangkan bahwa intinya Istana tidak paham demokrasi. kalau dia [Jokowi] paham demokrasi maka problemnya bukan sekadar pada UU ITE, tapi pada aturan kebebasan berpolitik," ungkap Rocky seperti dikutip Selasa (16/2/2021).
Dia menambahkan pemerintah perlu untuk menghilangkan undang-undang terkait ambang batas pencalonan Presiden atau Presidential threshold pada Pemilu 2024 mendatang. Aturan itu tertuang pada UU No.7/2019 tentang Pemilu.
Menurutnya, pemerintah tidak perlu merevisi UU ITE jika undang-undang tentang hak politik rakyat justru dikebiri melalui presidential threshold.
"[Revisi UU ITE] Itu percuma. Jadi kita musti baca satu paket pikiran kalau mengerti demokrasi, lakukan secara komprehensif bukan dicicil. Bukan hanya karena Pak JK [Jusuf Kalla] kritik lalu tiba-tiba oh iya kita revisi. ukan karena Pak SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] kasih satire maka tiba-tiba revisi," jelas Rocky.
Baca Juga
Langkah Jokowi ini dianalisis Rocky sebagai upaya untuk membujuk kedua tokoh bangsa, yaitu mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kini tidak berada di lingkup kekuasaan.
Menurutnya, secara akademis bahwa UU ITE itu hanyalah alat. Rocky menafsirkan UU ITE justru dipakai pemerintahan Jokowi untuk mengendalikan oposisi atau pihak-pihak yang bertentangan.
Pernyataan ini diungkapkan Rocky berdasarkan kutipan pernyataan Jokowi beberapa waktu lalu. Jokowi, kata Rocky, menyebutkan iklim demokrasi di negeri ini tidak memerlukan oposisi karena Indonesia Pancasilais. Rocky mengatakan poin pentingnya ada pada keberadaan oposisi bukan pada revisi UU ITE.
"Percuma adarevisi UU ITE, tetapi oposisi tidak diakui oleh pemerintah. UU ITE itu cuma alat. Jadi itu peralatan dari istana untuk mengendalikan oposisi, jadi poinnya bukan pada UU ITE tetapi pada ada tidaknya oposisi," imbuhnya.