Bisnis.com, JAKARTA--Terdakwa Dian Ansori menjadi orang pertama yang menerima hukuman kebiri kimia setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan aturan itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut bahwa Dian Ansori merupakan terdakwa perkara tindak pidana pencabulan anak di bawah umur di Pengadilan Negeri Lampung.
Selain divonis hukuman kebiri kimia, terdakwa juga diganjar pidana penjara 20 tahun dan denda Rp800 juta subsider tiga bulan penjara. Ditambah, harus membayar biaya restitusi Rp7,7 juta serta biaya perkara Rp5.000.
"Menyatakan terdakwa Dian Ansori terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan anak," tuturnya, Rabu (10/2/2021).
Dian Ansori dalam perkara itu merupakan konselor yang bertugas melakukan konseling kepada anak korban pemerkosaan dan pencabulan.
Salah satu korban pencabulan itu justru diperkosa oleh terdakwa. Bahkan korban juga dijual ke orang lain oleh terdakwa untuk diperkosa lagi.
Baca Juga
Seperti diketahui, hukuman kebiri diterapkan setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitas dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak pada 7 Desember 2020.
PP Nomor 70/2020 itu adalah aturan turunan dari UU Nomor 17/2016 tentang Penetapan peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23/ 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam PP Nomor 70/2020 itu diatur berbagai cara mengenai pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitas, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Salah satunya adalah pasal 5 yang menyebutkan: Tindakan Kebiri Kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun.
Tindakan kebiri itu dilakukan berdasarkan "penilaian klinis" yang ada diatur dalam pasal 7 sebagai penjabaran dari pasal 6 huruf a, di antaranya mengatur soal penilaian aspek klinis oleh petugas berkompeten, yang meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.