Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan baru Amerika Serikat yang dipimpin Joe Biden ternyata tidak akan mengubah haluan dari kebijakan satu China (one China policy) dan masih melakukan observasi terhadap konflik antara China dan Taiwan.
Hal ini ditegaskan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price pada konferensi pers, Rabu (3/2/2021) waktu setempat. Dikutip dari South China Morning Post, Kemlu AS menegaskan bahwa kebijakan satu China terhadap Taiwan tetap seperti semula.
Pada saat yang sama, AS menyatakan dukungan ke Taiwan seiring dengan perluasan internasional hingga membangun kantor di Guyana, Amerika Selatan.
“Ya, kebijakan kami belum berubah” kata Price saat menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan sikap pemerintahan Biden terhadap isu lintas selat yang tetap masih mengacu pada kebijakan satu China.
Profesor hubungan internasional Tamkang University di Taipei mengatakan pernyataan Price diharapkan dapat meredakan kekhawatiran dari Beijing dan Taipei yang telah mengamati dengan cermat posisi pemerintahan Biden terkait dengan perselisihan antara kedua sisi.
Bagi Beijing, kebijakan satu China menetapkan bahwa Beijing merupakan pemerintahan yang sah di China daratan dan sejumlah wilayah lain.
Baca Juga
Sementara bagi Taipei, kebijakan tersebut mendukung hubungan substantif Taiwan - AS dengan adanya Undang-Undang Hubungan Taiwan yang disahkan pada 1979 setelah Washington menjalin hubungan resmi dengan Beijing. Artinya, AS akan terus mendukung Taiwan meskipun minimnya hubungan diplomatik antara keduanya.
Pernyataan Price memperjelas posisi pemerintahan Biden yang masih melanjutkan observasi dalam menghadapi Taiwan dan China. “Di bawah kebijakan semacam itu, AS berpegang pada posisi bahwa Taiwan dan daratan harus menyelesaikan perselisihan mereka melalui dialog damai,” kata Li.
Dukungan AS terhadap Taiwan juga terlihat pada upaya AS mendesak China agar melakukan gencatan senjata militer, diplomatik, dan ekonomi terhadap Taiwan, seperti diungkapkan oleh Price pada konferensi pers pada Sabtu.
Channel News Asia melaporkan, Taiwan telah membangun sebuah kantor perdagangan di Guyana. Kedubes AS di Guyana mengungkapkan bahwa hubungan yang lebih dekat dengan Taiwan akan meningkatkan kerja sama dan pengembangan dalam berbagai nilai demokrasi, transparansi, dan saling menghormati.
"Loncatan ini akan menguntungkan kedua mitra dan meningkatkan keamanan, nilai demokrasi, dan kesejahteraan pada kawasan,” kata Julie Chung, asisten sekretaris Biro Kementerian Luar Negeri Urusan Belahan Barat di Twitter.
Hingga saat ini, hanya 15 negara yang mengakui Taiwan sebagai pemerintahan sendiri. Beijing terus menggencat Taiwan sejak Presiden Tsai Ing-wen berkuasa pada 2016 lantaran sikapnya yang menolak bahwa pulaunya bagian dari satu China. China bahkan menghalangi Taiwan untuk bergabung pada organisasi internasional seperti WHO.