Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko membantah tuduhan hendak mengambil alih Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Mengakui memang sempat beberapa kali bertemu sejumlah orang yang mengeluhkan kondisi internal partai tersebut, Moeldoko mengatakan, bahwa dirinya hanya mendengarkan sembari minum kopi.
"Orang ngopi-ngopi kok bisa ramai gini," katanya dalam konferensi pers di rumahnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (3/1/2021).
Berikut keterangan pers Mantan Panglima TNI ini:
Assalamualaikum wr wb,
Mungkin banyak penasaran. Begini, bingung juga saya. Orang ngopi-ngopi kok bisa ramai gini. Apalagi ada yang (bilang saya) grogi lagi. Apa sih urusannya ini? Saya kan ngopi-ngopi saja. Beberapa kali di sini, ya di luar biasa, kerjaan saya bicara kanan kiri.
Baca Juga
Dan saya ini siapa sih? Saya ini apa? Biasa-biasa saja. Di Demokrat ada Pak SBY, ada putranya Mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi. Kenapa mesti takut ya? Kenapa mesti menggapi seperti itu? Wong saya biasa-biasa saja. Itu.
Jadi dinamika dalam sebuah partai politik itu biasa. Ya seperti itu. Dan Pak LBP pernah cerita sama saya, 'saya juga didatangi oleh mereka-mereka'. Case-nya juga sama. Tapi enggak ribut begini. Terus dibilangin mau jadi presiden, yang enggak-enggak aja. Ah kerjaan gua setumpuk gini, ngurusin yang enggak-enggak saja. Janganlah membuat sesuatu, menurut saya sih ini kayak dagelan aja gitu. Kayak lucu-lucuan.
Moeldoko mau kudeta? Lah, kudeta, apanya dikudeta? Anggaplah begini ya, saya punya pasukan bersenjata begitu, anggaplah Panglima TNI ini pengen jadi Ketua Demokrat. Emangnya gua bisa itu gua todong senjata itu para DPC, DPD, 'ayo datang ke sini', gua todongin senjata. Semua kan ada aturan AD/ART dalam sebuah partai politik, jangan lucu-lucuan begitu lah. Jadi kalau kita bicara human capital, itu bukan intellectual capital yang pertama, emotional capital. Jadi tenang, merespons sesuatu.
Masa gue (Moeldoko) ngopi harus izin Presiden (Joko Widodo), gila apa? Ngopi-ngopi saja kok harus izin Presiden, Presiden tahu. Yah, ini berlebihan, jangan begitu lah. Biasa lah itu, internal partai politik. Aku orang luar ini, enggak ada urusannya di dalam. Gitu ya, saya kira. Jadi, apa, biasa-biasa aja. He-he. Oke.