Bisnis.com, JAKARTA - Pemasok produk kertas rokok asal Indonesia, PT Bukit Muria Jaya (BMJ) didenda sebesar US$1,5 juta oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari asiatimes.com, Senin (18/1/2021), anak usaha produsen rokok Djarum itu didenda karena melakukan penipuan bank dalam mengirimkan produk-produk mereka ke para pelanggan di Pyongyang Korea Utara.
BMJ juga telah menandatangani perjanjian penundaan penuntutan perkara (deferred prosecution agreement/DPA) karena diduga bersekongkol untuk melakukan penipuan bank terkait eskpor kertas rokok.
Selain itu, BMJ juga menandatangani perjanjian penyelesaian dengan Kantor Pengendalian Aset Luar Negeri (OFAC) Departemen Keuangan AS, menurut pernyataan Departemen Kehakiman yang dikeluarkan pada 17 Desember.
Terkait penundaan tuntutan, BMJ sepakat menjalankan program kepatuhan yang dirancang untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran hukum dan peraturan, serta melapor secara teratur ke Departemen Kehakiman AS.
“Melalui cara yang canggih dan skema multinasional yang ilegal, BMJ secara sengaja mengaburkan jenis transaksi yang sesungguhnya agar produknya dapat dijual ke Korea Utara,” ujar Asisten Jaksa Agung untuk Keamanan Nasional, John Demers.
Baca Juga
Demers mengatakan, perseroan mengelabui bank-bank di AS dalam memproses pembayaran yang melanggar sanksi AS terhadap Korea Utara.
Sanksi itu menekan Korea Utara untuk tidak melakukan bentuk kegiatan yang berbahaya dan menimbulkan konflik perang, termasuk senjata pemusnah massal.
“BMJ menipu bank untuk memproses pembayaran yang melanggar sanksi kami terhadap Korea Utara. Penegakan sanksi yang ketat menekan Korea Utara untuk menjauh dari aktivitas berbahaya dan berperang, termasuk senjata pemusnah massal. "
Sementara, Penjabat Pengacara AS untuk Distrik Columbia Michael Sherwin juga menuduh BMJ sengaja menipu bank-bank AS dan merusak integritas sistem perbankan Amerika untuk terus berbisnis dengan Korea Utara.
“Kami ingin menyampaikan kepada semua orang dan pelaku bisnis yang bermaksud melakukan skema serupa untuk melanggar sanksi AS terhadap Korea Utara, bahwa menggunakan perusahaan besar serta faktur pembayaran yang menipu tidak akan melindungi Anda. Kami akan menemukan dan menuntut Anda,” ujarnya.
Berdasarkan pernyataan fakta yang disepakati dalam DPA, BMJ mengakui sebagian bahwa mereka menjual produk ke dua perusahaan Korea Utara serta satu perusahaan perdagangan China, sementara mengetahui bahwa produk tersebut ditujukan ke Korea Utara.
Pada saat itu, sanksi AS terhadap Korea Utara mencegah, antara lain, bank koresponden di Amerika Serikat untuk memproses transfer uang antarbank di negara lain atas nama nasabah yang berlokasi di Korea Utara.
Dikutip dari Tempo.co, Senin (18/1/2021), setelah mengetahui bahwa salah satu nasabah di Korea Utara mengalami kesulitan melakukan pembayaran ke BMJ, pihak BMJ setuju untuk menerima pembayaran dari pihak ketiga yang tidak terkait dengan transaksi tersebut.
Menerima pembayaran dari pihak ketiga ini akan menghindari mereka dari pemantauan sanksi dan sistem kepatuhan bank AS, sehingga mereka terdorong untuk melakukan transaksi terlarang tersebut.
Dengan asumsi BMJ akan terus mematuhi DPA, pemerintah AS telah setuju untuk menunda penuntutan untuk jangka waktu 18 bulan.