Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menilai produktivitas gempa di Majene Sulawesi Barat adalah fenomena aneh.
Pasalnya, katanya, gempa kuat di kerak dangkal (shallow crustal earthquake) dengan magnitudo 6,2 mestinya diikuti banyak gempa susulan.
Akan tetapi, hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga hari kedua pasca Gempa Utama 6,2 hingga saat ini baru terjadi 23 kali gempa susulan.
"Ini fenomena aneh dan tidak lazim," tulisnya di akun twitternya.
Jika mencermati gempa Majene, tampak produktivitas gempa susulannya sangat rendah. Padahal stasiun seismik BMKG sudah cukup baik sebarannya di daerah tersebut sehingga, gempa-gempa kecil pun terekam dengan baik. Namun, hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa gempa Majene ini memang miskin gempa susulan.
Gempa kemarin pagi adalah gempa ke-32 yang terjadi sejak terjadinya Gempa Pembuka dengan magnitudo 5,9 pada Kamis 14 Januari 2021 siang hari pukul 13.35 WIB.
Namun, gempa ini menjadi gempa ke-23 pasca Gempa Utama dengan magnitudo 6,2 pada Jumat 15 Januari 2021 pagi dinihari pukul 01.28 WIB.
"Jika kita bandingkan dengan kejadian gempa lain sebelumnya dengan kekuatan yang hampir sama, biasanya pada hari kedua sudah terjadi gempa susulan sangat banyak, bahkan sudah dapat mencapai jumlah sekitar 100 gempa susulan," paparnya.
Dia menjelaskan fenomena rendahnya produksi aftershocks di Majene ini hisa jadi disebabkan karena telah terjadi proses disipasi, di mana medan tegangan di zona gempa sudah habis sehingga kondisi tektonik kemudian menjadi stabil dan kembali normal.
Atau justru malah sebaliknya, dengan minimnya aktivitas gempa susulan ini menandakan masih tersimpannya medan tegangan yang belum rilis, sehingga masih memungkinkan terjadinya gempa signifikan nanti.
Fenomena ini, lanjutnya, membuat kita menaruh curiga, sehingga lebih baik kita patut waspada.
"Inilah perilaku gempa, sulit diprediksi dan menyimpan banyak ketidakpastian sehingga kita baru dapat mengkajinya secara spasial dan temporal. Akan tetapi, untuk mengetahui besarnya medan tegangan riil dan perubahannya pada kulit bumi masih sulit dilakukan," tutupnya.