Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perang AS vs Iran Makin Dekat? Antara Provokasi Israel dan Nuklir Iran

Jebakan dibuat agar Trump memerintah AS menyerang Iran sebelum presiden ke-45 AS itu menyerahkan kekuasaan kepada Biden. 
Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif/Reuters
Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Tensi politik antara Iran dan Amerika Serikat semakin kencang. Di masa-masa akhir peralihan kekuasaan dari Trump ke Joe Biden, Israel dituding melakukan provokasi agar AS menyerang Iran. Di sisi lain, Iran juga mengumumkan rencana peningkatan pengolahan reaktor nuklirnya. 

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengingatkan Donald Trump bahwa intelijen Israel sedang menyiapkan provokasi.

Jebakan dibuat agar Trump memerintah AS menyerang Iran sebelum presiden ke-45 AS itu menyerahkan kekuasaan kepada Biden. 

Zarif menuduh Israel merancang alasan agar Washington memulai perang dengan Republik Islam, pada peringatan setahun kematian jenderal Iran oleh AS.

Zarif mengatakan Iran memiliki informasi intelijen baru dari sumber Irak yang menunjukkan bahwa "agen-provokator Israel" melakukan serangan terhadap target AS, meletakkan "jebakan" bagi Presiden Donald Trump untuk memulai konflik dan membatalkan rencana Joe Biden untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir 2015.

Zarif tidak memberikan detail lebih lanjut tentang informasi intelijen tersebut.

Komentar Zarif muncul setelah militer Iran memperingatkan bahwa pihaknya siap untuk membela diri dan menanggapi dengan tegas setiap agresi AS. Pernyataan itu muncul selama akhir pekan saat Iran memperingati terbunuhnya Jenderal Qassem Soleimani oleh AS dalam serangan pesawat tak berawak di Irak pada 3 Januari 2020.

Pasukan AS "rentan dan dalam posisi defensif" karena takut serangan Iran sebagai pembalasan atas serangan tahun lalu, kata Mayor Jenderal Yahya Ramin Safavi, penasihat militer tertinggi untuk Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan mantan komandan Garda Revolusi Islam.

"Kami berharap, meski pemerintahan jahat Trump ada, tidak ada yang akan terjadi," katanya di TV pemerintah.

Safavi menekankan bedanya pandangan militer AS dan pihak politisi di Washington.

“Militer AS memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kelemahannya daripada para politisinya. Kami tidak akan pernah memulai perang, tetapi jika seseorang menyerang Iran, kami akan merespons dengan tegas dan dengan kesiapan penuh, ”kata Safavi, seraya menambahkan bahwa Iran mampu menenggelamkan kapal induk AS.

Komentar tersebut menunjukkan bahwa meskipun Iran ingin menjelaskan bahwa ia tidak akan ragu-ragu untuk membela diri terhadap tindakan militer AS, ia tidak ingin meningkatkan konflik.

Iran menilai sekutu Trump di kawasan itu lah yang mencoba untuk memulai perang dan mengeksploitasi kemungkinan perpecahan di komunitas pertahanan di Washington tentang apakah Trump harus menyerang Iran.

Pada Kamis, AS mengirim pulang USS Nimitz, satu-satunya kapal induk Angkatan Laut yang beroperasi di Timur Tengah. Sehari setelah itu, AS mengirim pembom B-52 ke Teluk Persia untuk unjuk kekuatan, demikian dilaporkan AP mengutip tiga pejabat pertahanan yang tidak disebutkan namanya.

Laporan itu mengatakan dua tindakan AS tersebut mungkin mencerminkan perpecahan di antara para pejabat Pentagon.

Ketegangan antara Iran dan AS telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Trump menghidupkan kembali ancaman terhadap Republik Islam itu di minggu-minggu terakhirnya.

Trump mencoba menggagalkan rencana Biden menyelamatkan kesepakatan nuklir dan memberikan keringanan sanksi terhadap Iran.

Keputusan Trump untuk menargetkan Soleimani mendorong negara-negara itu ke ambang perang, mengakhiri krisis keamanan di Teluk Persia yang dimulai ketika Trump membatalkan kesepakatan nuklir 2015.

Pejabat dan komandan militer Iran telah berulang kali berjanji untuk membalas dendam atas serangan tersebut selama pasukan AS tersebar di seluruh Timur Tengah.

Sementara itu, terkait nuklir, Iran juga telah memberi tahu badan PBB soal rencana untuk memperkaya Uranium hingga 20 persen.

Sejauh ini, kesepakatan multilateral membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi. Tetapi sejak Trump membawa AS meninggalkan kesepakatan itu, Iran telah meningkatkan aktivitas nuklirnya. Terkahir, pada Sabtu Iran telah memberi tahu badan nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa mereka akan mulai meningkatkan pengayaan uranium hingga 20 persen.

Apakah ini akan dijadikan alasan bagi Trump untuk memerintahkan penyerangan ke Iran? Kita tunggu saja.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : Bloomberg

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper