Bisnis.com, JAKARTA - Politisi Gerindra Fadli Zon mengklaim demokrasi Indonesia terus mengalami kemunduran di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, terutama dalam setahun terakhir.
Hal itu diungkapkan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR ini dalam refleksi akhir tahunnya yang berjudul Konsolidasi Oligarki di Tengah Pandemi dan diunggah di akun Youtube pribadinya, Fadli Zon Official, Kamis (31/12/2020).
Menurutnya, pandemi Covid-19 telah membuat kualitas demokrasi di Indonesia kian merosot di era Presiden Jokowi. Alih-alih dijadikan momentum memperbesar keberpihakan kepada rakyat, jelas dia, pandemi justru dijadikan momentum bagi konsolidasi oligarki di Indonesi.
Dia mengaku setidaknya memiliki 4 argumen yang menunjukkan demokrasi Indonesia terus mengalami kemunduran di era kepemimpinan Presiden Jokowi. Pada periode itu, jelasnya, kekuasaan oligarki justru terkonsolidasi.
Pertama, jelasnya, dalam setahun terakhir ini pemerintahan Jokowi telah memandulkan dua lembaga yang menjadi ikon demokrasi di Indonesia yaitu KPK dan Mahkamah Konstitusi.
Lembaga itu, jelasnya, penting dan menjadi ikon demokrasi di Indonesia. Kedua lembaga itu, kata Fadli, telah dimandulkan fungsinya di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui revisi regulasinya.
Baca Juga
"Kita tahu menjelang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, pemerintah dan DPR sebelumnya telah mengesahkan revisi undang-undang dan Undang-Undang MK. Sesudah Undang-Undang MK direvisi, Keputusan MK tak lagi bersifat mengikat DPR dan pemerintah
Argumen kedua, sambung Fadli, adalah terjadi penurunan indikator vital dalam indeks demokrasi Indonesia. Meskipun indeks demokrasi secara agregat membaik, tetapi Fadli mengatakan bahwa menurut BPS sendiri ada beberapa variabel yang skornya justru menurun.
Salah satunya terkait variabel kebebasan berbicara yang turun dari 66,7 poin pada 2008 menjadi 64,29 poin pada 2019. Variabel kebebasan berkumpul, sebut Fadli, turun dari 82,35 poin menjadi 78,03 poin.
Dua variabel lain yang menjadi sorotan Fadli Zon adalah peran partai politik dan pemilihan umum yang bebas dan adil. Skor kedua variabel dalam indeks demokrasi itu disebutnya paling anjlok.
Selain empat variabel itu, Fadli menambahkan beberapa variabel penting lain yang skornya juga masih tergolong buruk yakni di bawah 60 termasuk ancaman kekerasan yang menghambat kebebasan berekspresi; presentasi anggota dewan perempuan; dan demonstrasi yang dihadapi dengan kekerasan.
"Di dalam pengukuran indeks demokrasi yang dibawah 60 ini dianggap indikator yang buruk bagi demokrasi," kata Fadli.