Bisnis.com, JAKARTA - Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) memberikan catatan kritis kepada penetapan tersangka Gisella Anastasia dan pria berinisial MYD atas tindak pidana asusila dan pornografi yang viral di media sosial.
Keduanya ditetakan menjadi tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya atas sangkaan Pasal 4 Undang-Undang No. 44/2008 tentang Pornografi.
Erasmus Napitupulu, Direktur Eksekutif ICJR, melalui keterangan resminya, Selasa (29/12/2020), menyatakan keduanya sebenarnya tidak dapat dipidana.
"ICJR mengingatkan catatan mendasar pada kasus ini, bahwa siapa pun yang berada dalam video tersebut, apabila sama sekali tidak menghendaki adanya penyebaran ke publik, tidak dapat dipidana," jelasnya dalam keterangan resmi tersebut.
Alasannya, jelas Erasmus, pertama, dalam konteks UU Pornografi, orang dalam video yang tidak menghendaki penyebaran video tidak dapat dipidana. Menurutnya, terdapat batasan penting dalam UU Pornografi, bahwa pihak-pihak yang melakukan perbuatan 'membuat' dalam Pasal 4 UU Pornografi tidak dapat dipidana apabila dilakukan untuk tujuan diri sendiri dan kepentingan sendiri.
"Dengan demikian perbuatan membuat pornografi tidak bisa dipidana apabila dilakukan untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan pribadi," jelas dia.
Baca Juga
Erasmus memerinci, Pasal 6 UU Pornografi juga menyebutkan Larangan 'memiliki atau menyimpan' tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
Selain itu, Erasmus menyatakan ada perdebatan lain yaitu terkait dengan adanya Pasal 8 UU Pornografi tentang larangan menjadi model atau objek yang mengandung muatan pornografi. Terkait hal ini, jelas dia, risalah pembahasan UU Pornografi menjelaskan bahwa yang didefinisikan sebagai perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik.
Dia menekankan bahwa aspek mendasar ihwal hal itu adalah harus ditujukan untuk ruang publik. Dengan begitu, tegasnya, selama konten tersebut adalah kepentingan pribadi, sekalipun sebagai pemeran dalam suatu konten, ketentuan hukum dan konstitusi di Indonesia melindungi hak tersebut.
"Perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Larangan menjadi model tetap harus dalam kerangka komersial, bukan kepentingan pribadi," jelas Erasmus.
Dia pun mengingatkan penyidik bahwa bila GA dan MYD tidak menghendaki penyebaran video tersebut ke publik atau untuk tujuan komersil, maka mereka adalah korban yang harusnya dilindungi.
"Penyidik harus kembali ke fokus yang tepat yaitu penyidikan kepada pihak yang menyebarkan video tersebut ke publik," jelasnya.