Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti rangkap jabatan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini. Mereka meminta Risma untuk memilih jabatan sebagai Mensos atau Wali Kota Surabaya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengumumkan struktur Kabinet Indonesia Maju yang baru. Terdapat enam orang baru yang menduduki jabatan Menteri, salah satunya adalah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, menjadi Menteri Sosial.
Namun, menurut ICW, pengangkatan Risma memiliki problematika tersendiri. Sebab, di waktu yang sama, ia diketahui masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya. Sehingga, praktik rangkap jabatan kembali terlihat oleh publik.
Rangkap jabatan juga diakui oleh Risma telah mendapat izin Presiden. "Lewat pengakuan Risma, kita bisa melihat inkompetensi dan tidak berpegangnya dua pejabat publik pada prinsip etika publik. Yang pertama adalah Risma sendiri, kedua adalah Presiden RI Joko Widodo," demikian keterangan resmi ICW yang dikutip Bisnis, Senin (28/12/2020).
Pejabat publik, lanjut ICW, semestinya memiliki kemampuan untuk memahami peraturan dan berorientasi pada kepentingan publik. Terlebih lagi jika pejabat itu sekelas Presiden dan wali kota dengan prestasi yang disebut-sebut mentereng. Sedikitnya terdapat 2 Undang-undang yang dilanggar dengan rangkap jabatannya Risma.
Pertama, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 76 huruf h UU Pemerintahan Daerah secara tegas memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.
Kedua, UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 huruf a UU Kementerian Negara mengatur bahwa Menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya.
Merujuk pada regulasi lain, yakni Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menteri dan wali kota disebut sebagai pejabat negara.
Dari sisi itu menunjukkan bahwa baik dalam kapasitasnya sebagai Walikota atau Menteri, posisi Risma bertentangan dengan dua UU tersebut.
Selain itu keputusan Presiden RI untuk membiarkan pejabat publik rangkap jabatan juga jelas bermasalah. Perintah undang-undang tidak bisa dikesampingkan oleh izin Presiden, apalagi hanya sebatas izin secara lisan. Pengangkatan Risma sebagai menteri tanpa menanggalkan posisi walikota bisa dinilai cacat hukum.
Fenomena rangkap jabatan bukan hanya terjadi pada saat pemilihan menteri baru. Sebelumnya, Ombudsman telah menemukan praktik serupa di tubuh BUMN. Sayangnya, Presiden Joko Widodo tidak bergeming. Bahkan kondisi tersebut dinormalisasi oleh Presiden Joko Widodo.
Oleh karena itu ICW mendesak Risma untuk mundur dari salah satu jabatannya. "Jika Risma tak segera mengundurkan diri, maka ia tidak layak menduduki posisi pejabat publik apapun. Perhatian publik juga perlu ditujukan pada Presiden RI yang memberi izin pada Risma untuk rangkap jabatan," tukasnya.