Bisnis.com, JAKARTA - Negara-negara Eropa melarang penerbangan dan kapal yang membawa penumpang dari Inggris dalam upaya menekan penyebaran varian baru Virus Corona yang telah menjerumuskan bagian selatan negara itu ke penguncian tingkat empat.
Dalam perkembangan yang paling dramatis, Prancis mengumumkan penangguhan angkutan dan angkutan barang yang ditangani manusia dari Inggris selama 48 jam mulai pukul 11 malam waktu setempat.
Asosiasi Pengangkutan Jalan memperingatkan langkah tersebut akan memiliki "efek yang menghancurkan" pada rantai pasokan yang sudah terganggu oleh pemberlakuan Brexit dan pembatasan akibat pandemi.
Larangan perjalanan keluar, karena angka terbaru menunjukkan varian baru Covid-19 telah menyebabkan lonjakan infeksi yang mengkhawatirkan. Lonjakan kasus terutama di London dan Inggris tenggara.
Kasus di Inggris meningkat 35.928 pada Minggu (20/12/2020) pagi dan untuk keempat kalinya dalam seminggu angka harian melebihi 30.000 kasus seperti dikutip TheGuardian.com, Senian (21/12/2020).
Setelah sejumlah negara termasuk Jerman, Italia, Irlandia dan Belanda memberlakukan larangan kedatangan dari Inggris, pejabat Inggris mengakui langkah-langkah penguncian terbaru harus tetap diberlakukan selama beberapa bulan.
Sebelumnya, Inggris hanya memberlakukan penguncian beberapa hari sebelum Natal dan menutup toko-toko di jalan raya pada minggu tersibuk dalam setahun tersebut.
Varian baru Virus Corona untuk pertama kali terdeteksi pada bulan September. Akan tetapi, Pemerintah Inggris menyadarinya sejak Oktober. Hanya saja, pemerintah menolak permintaan dari para ilmuwan dan dokter untuk melakukan tindakan penguncian lebih lanjut.
Sekitar 21 juta orang di Inggris dan kawasan Wales yang terpengaruh oleh pembatasan baru telah diberitahu untuk tinggal di rumah. Namun, ada rencana pelonggaran peraturan khusus untuk Natal sebelum akhirnya dibatalkan.
Keir Starmer, pemimpin dari Partai Buruh, mendukung pengetatan pembatasan sosial yang dilakukan oleh PM Boris Johnson.
Menurutnya, Johnson telat mengambil keputusan seperti ketika pandemi Covid-19 meledak untuk pertama kalinya.