Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sudah Adakah Obat Covid-19? Ini Penjelasannya

Hingga saat ini belum ada obat yang disetujui untuk pengobatan Covid-19. Obat-obat yang digunakan sifatnya masih untuk terapi eksperimental dan memerangi beberapa gejala ikutan pada penderita Covid-19.
Ilustrasi/Takeda
Ilustrasi/Takeda

Bisnis.com, JAKARTA -  Dunia sedang berlomba menciptakan vaksin untuk mengalahkan pandemi Covid-19. Di sisi lain, masyarakat juga berharap ada obat yang manjur untuk menindas virus penyebab Covid-19.

Jika calon vaksin Covid-19 sudah bermunculan, lalu bagaimana dengan obat Covid-19? Apakah sudah ada tanda-tanda untuk diproduksi?

Sejauh ini vaksin dianggap lebih efektif dalam melawan perang pandemi dalam jangka pendek. Sementara, obat Covid-19 belum pernah muncul atau diinformasikan ada.

Kalaupun terdapat sejumlah obat yang diberikan kepada pasien penderita Covid-19, itu semua lebih untuk mengatasi gejala yang dirasakan pasien.

Hingga saat ini belum ada obat yang disetujui untuk pengobatan Covid-19. Obat-obat yang digunakan sifatnya masih untuk terapi eksperimental dan memerangi beberapa gejala ikutan pada penderita Covid-19.

Pendeknya, obat yang digunakan saat ini belum ada yang khusus untuk menangani Covid-19 dan diakui kemanjurannya.

Kalangan kedokteran sejauh ini menggunakan obat-obatan yang sebelumnya digunakan untuk mengatasi berbagai gejala infeksi seperti flu, demam akibat virus, infeksi lain, atau obat untuk mengatasi gejala pernapasan.

Sejumlah obat dikenalkan untuk mengatasi gejala yang dialami pasien Covid-19. Sebut saja misalnya remdesivir atau chloroquin (klorokuin) yang sempat popular bahkan diborong negara tertentu.

Remdesivir, misalnya. Dikutip dari halodoc, obat ini pada awalnya diuji sebagai pengobatan untuk melawan hepatitis C dan ebola. Saat Covid-19 muncul, efektivitas obat tersebut pun dipelajari dalam melawan virus tersebut.

Para peneliti menemukan bahwa remdesivir efektif melawan sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS). 

Tapi, sekali lagi, remdesivir belum disetujui untuk mengobati virus Corona atau Covid-19. Walaupun begitu, US Food and Drug Administration (FDA) telah mengesahkan penggunaan remdesivir secara darurat pada anak-anak dan orang dewasa yang dirawat di rumah sakit karena mengidap Covid-19 yang parah.

Terkait penggunaan klorokuin, World Health Organisation (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia telah mengumumkan secara resmi penangguhan penggunaannya sebagai obat penanganan infeksi virus Covid-19.

WHO mendesak penghentian penggunaan obat yang awalnya digunakan untuk pengobatan pasien malaria tersebut.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia juga sudah menerbitkan informatorium Covid-19 yang mencakup pedoman dosis terperinci untuk penggunaan obat bagi pasien virus Corona usia remaja dan dewasa yang menderita gejala sedang hingga berat.

Peringatan tersebut mencakup potensi komplikasi jantung, jika obat yang digunakan diolah bersama dengan antibiotik jenis azitromisin yang akhirnya dapat meningkatkan risiko gangguan irama jantung.

Obat lain yang belakangan muncul dalam pemberitaan adalah Niclosamide yang dikembangkan Daewoong Pharmaceutical, Korea Selatan. Obat ini diklaim memiliki kekuatan antivirus 40 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Remdisivir.

Menurut hasil penelitian regenerasi obat Covid-19 yang dilakukan oleh Kementerian Sains dan TIK Korea Selatan, Niclosamide juga menunjukkan kekuatan antivirus 26 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Chloroquine.

Namun CEO Daewoong Pharmaceutical Sengho Jeon mengatakan Niclosamide memiliki kekurangan karena konsentrasi obat dalam darah akan menurun ketika dikonsumsi secara oral.

Oleh karena itu, mereka turut mengembangkan DWRX2003 (nama bahan Niclosamide) sebagai mekanisme injeksi pelepasan berkelanjutan dengan memanfaatkan teknologi pemberian obat milik Daewoong Group.

Mekanisme injeksi ini mampu meningkatkan penyerapan obat yang rendah saat obat diberikan secara oral. Dengan injeksi diharapkan dapat menjaga tingkat konsentrasi obat sehingga mampu mengobati penyakit hanya dengan sekali pemberian.

"Dapat menghindari efek samping pada sistem pencernaan seperti mual, muntah apabila obat diberikan secara oral," tambahnya seperti dikutip dari siaran pers, Senin (30/11/2020).

Sengho lebih lanjut menuturkan pihaknya memperoleh izin dari Kementerian Keamanan Makanan dan Obat (MFDS) pada Oktober lalu untuk melakukan uji klinis fase pertama pengembangan DWRX2003 di Korea Selatan. Tepatnya di Chungnam National University Hospital pada subjek manusia yang sehat dan pemberian obat dilakukan pada November.

Dalam uji klinis ini, Niclosamide dan plasebo diberikan secara acak melalui penyamaran ganda dan penerapan kontrol plasebo. Obat juga diberikan dalam satu waktu untuk memastikan keamanan dan menjaga tingkat konsentrasi obat dalam darah.

Daewoong Pharmaceutical juga mempercepat pengembangan global dengan melakukan uji klinis DWRX2003 fase pertama di India dan Filipina, termasuk Korea. Di India, uji klinis fase pertama dan kedua telah memastikan keamanan pengobatan pada kelompok subjek pertama.

Uji klinis pada kelompok subjek ketiga juga sedang berlangsung dengan lancar. Data subjek ras Kaukasia yang diperoleh dari uji klinis yang dilakukan di India akan digunakan sebagai data keamanan antar-ras dan farmakokinetik saat melakukan uji klinis secara global seperti di Amerika Serikat dan Eropa.

Deteksi Dini

Sambil menantikan hadirnya obat Covid-19, masyarakat perlu melakukan deteksi dini gejala penyakit Covid-19. Hal ini sangat membantu agar gejala Covid-19 tidak semakin berat nantinya.

Hal itu antara lain disampaikan oleh dokter kepala Instalasi Gawat Darurat salah satu rumah sakit di Jakarta, Gia Pratama Putra.

“Kalau masih fase-fase awal, dahak belum kental, itu pakai obat pengencer dahak saja tidak akan menyumbat paru-paru. Jadinya tidak akan menyebabkan pneumonia parah,” katanya melalui diskusi virtual, Jumat (13/11/2020).

Gia mengatakan sekarang tes swab sudah semakin cepat. Dalam sehari atau dua hari sudah bisa diterima hasilnya. Harganya juga semakin terjangkau.

Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya tidak takut untuk memeriksakan diri demi mendapatkan perawatan dan pengobatan yang optimal. Obat-obatan yang tersedia di fasilitas kesehatan sudah sangat lengkap dan membantu.

Sementara itu untuk menurunkan risiko infeksi, Gia menuturkan bahwa yang harus dilakukan adalah menurunkan jumlah virus.

Caranya melakukan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan serta meningkatkan imunitas tubuh.

Cara meningkatkan imunitas ini tambahnya ada tiga. Pertama, memenuhi kebutuhan nutrisi yang cukup dan baik. Artinya sayur dan buah harus dikonsumsi setiap hari.

Kedua, istirahat yang cukup. Berdasarkan penelitian terbaru, manusia idealnya tidur 6-7 jam, tidur sebelum jam 11 malam, dan bangun sebelum jam 5 pagi.

“Terakhir, olahraga rutin. Ini banyak yang tidak dilakukan di saat kita bekerja dari rumah. Padahal ada banyak olahraga yang bisa dilakukan di dalam rumah,” ucapnya.

#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitangandengansabun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper