Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro blak-blakan mengatakan strategi pendanaan riset dalam negeri bergerak ke arah yang salah.
Bambang berpendapat selama ini anggaran belanja riset dan pengembangan dalam negeri didominasi oleh pemerintah sebesar 85,83 persen. Padahal, alokasi anggaran belanja riset hanya sekitar 0,28 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2018 yang berjumlah Rp14,8 triliun.
“Di banyak negara lain, mereka lebih mengarah pada sektor swasta yang lebih dominan. Di dalam investasi riset dan pengembangan Korea Selatan itu 77 persen, Jepang 78 persen, Amerika di atas 70 persen, Tiongkok di atas 70 persen, Singapura dan Malaysia di antara 50 hingga 60 persen,” kata Bambang dalam keterangan virtual pada Kamis (12/11/2020).
Menurut Bambang, anggaran belanja riset dan pengembangan dalam negeri seharusnya disalurkan lebih banyak pada pihak swasta.
“Jadi kita benar-benar unusual tetapi not in a good way. Kita ke arah yang salah yaitu risetnya kecil didominasi oleh pemerintah seharusnya dana risetnya besar didominasi oleh manufaktur, itulah pola negara Korea Selatan, Jepang, negara maju karena komitmen mereka dari awal penelitian pengembangan mereka inovasi,” kata dia.
Atas pertimbangan itu, dia menerangkan, perusahaan swasta yang berinvestasi pada bidang penelitian dan pengembangan dalam negeri bakal mendapat pemotongan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) hingga mencapai 300 persen.
Baca Juga
Kabar itu disampaikan oleh Menteri Riset dan Teknologi/ Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153 Tahun 2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan tertentu di Indonesia melalui pertemuan virtual pada Kamis (12/11/2020).
“Insentif supertax deduction [pengurangan pajak super] itu diberikan kepada wajib pajak dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitiansdan pengembangan tertentu di Indonesia, dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto sampai 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan,” kata Bambang.
Misalkan, dia mencontohkan, jika suatu perusahaan swasta menghabiskan hampir US$1 juta untuk investasi di bidang penelitian dan pengembangan. Ketika menyampaikan laporan PPh Badan pada akhir tahun, maka perusahaan itu bakal mendapat pemotongan sebesar US$3 juta atau 300 persen dari total biaya yang dikeluarkan untuk investasi tersebut.
“Tentu nanti ada klasifikasi mengenai apa yang disebut dengan biaya penelitian dan pengembangan. Nanti akan dibahas lebih detil dengan Direktorat Jenderal Pajak [Kemenkeu],” tuturnya.
Dia berharap pihak swasta dapat meningkatkan kolaborasi antara para pelaku industri dengan peneliti agar kemanfaatan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan menjadi penghela produksi industri dan dapat dirasakan masyarakat.
“Saat ini, di Indonesia, sekitar 80 persen dana penelitian dan pengembangannya berasal dari APBN, sedangkan 20 persen dari Industri. Keadaan ini berbanding terbalik dengan Singapura dan Korea Selatan di mana 80 hingga 84 persen berasal dari industri.” ujarnya.