Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung menaikkan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan chromebook dengan nilai proyek Rp9,9 triliun di Kemenristekdikti meski tidak diikuti penetapan tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan bahwa perkara korupsi itu terjadi pada tahun 2019-2023, ketika Indonesia tengah terjangkit covid-19.
Harli mengungkapkan bahwa ada dugaan persekongkolan antara pihak pejabat pada Kementistekdikti dengan pihak swasta saat menggarap proyek pengadaan chromebook untuk siswa se-Indonesia.
"Jadi dalam perkara korupsi ini, itu diduga ada pemufakatan jahat dari berbagai pihak dengan cara mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan TIK, jadi ada persekongkolan di sini," tuturnya di Kejaksaan Agung, Senin (26/5) malam.
Padahal, menurut Harli, chromebook belum dibutuhkan pada saat itu, mengingat akses Internet juga masih belum merata di Tanah Air. Bahkan, menurut Harli, penerapan 1.000 chromebook sempat dilakukan pada tahun 2019, namun tidak efektif, sehingga terjadi kerugian negara.
"Jadi pada tahun 2019 itu sudah dilakukan penerapan chromebook itu 1000 unit, tapi tidak efektif karena kita tahu bahwa itu kan berbasis internet ya. Padahal di Indonesia ini Internetnya belum merata, jadi diduga bahwa ada persekongkolan di situ," katanya
Baca Juga
Harli menjelaskan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan chromebook tersebut naik ke tahap penyidikan sejak 21 Mei 2025, namun belum ada tersangkanya.
Kendati belum ada tersangka, kata Harli, tim penyidik langsung gerak cepat untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah barang bukti agar tidak hilang saat perkara tersebut diselidiki.
"Ada dua lokasi yang kami geledah yaitu di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2," ujarnya.